Industri pertambangan selalu erat kaitannya dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Kedua aspek ini—masyarakat dan lingkungan—adalah pilar utama bagi perusahaan tambang yang ingin menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan atau green mining, sesuai dengan prinsip dan regulasi yang berlaku.
PT Vale Indonesia, sebagai salah satu perusahaan tambang nikel terkemuka di Indonesia dengan tiga wilayah operasi—Blok Sorowako di Luwu Timur, Sulawesi Selatan; Indonesia Growth Project (IGP) Morowali di Sulawesi Tengah; dan IGP Pomalaa di Sulawesi Tenggara—menjadikan komitmen pada pendekatan green mining dan kedua elemen tersebut sebagai fondasi dalam menjalankan kegiatan pertambangan. Setiap aktivitas pertambangan harus selaras dengan kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, seiring dengan kegiatan operasional, PT Vale Indonesia melibatkan berbagai stakeholder, termasuk masyarakat, dalam merancang program-program serta fasilitas yang berwawasan green mining dan mendukung pertumbuhan bersama melalui gerakan #StartsWithMe.

Baca Juga
Terdapat setidaknya tiga inisiatif penting yang memperkuat komitmen PT Vale Indonesia dalam menambang kebaikan melalui pertambangan berkelanjutan: memberdayakan petani lokal untuk berperan aktif dalam pembangunan dan mengoptimalkan potensi daerah, mengurangi emisi karbon dalam setiap tahapan pertambangan, dan melakukan pemulihan lahan pascatambang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3 Inisiatif Utama PT Vale Indonesia dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
3 Inisiatif Utama PT Vale Indonesia dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
1. PT Vale Indonesia dan Pemberdayaan Kelompok Tani
Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, memiliki keunikan demografis berupa kawasan pedesaan yang mencakup sekitar 60 persen dari total wilayah kabupaten. Potensi ini memberikan peluang bagi Luwu Timur untuk menjadi contoh dalam pengembangan berbasis kawasan pedesaan, terutama melalui sektor pertanian. Namun, kondisi kelompok tani pada masa lalu seringkali belum mencapai potensi yang diharapkan.
Penurunan hasil panen dari waktu ke waktu menjadi masalah yang sering menghantui petani. Pengalaman ini pernah dialami oleh Paimin, Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya di Luwu Timur. “Dulu saya pernah menanam padi dan bisa menghasilkan sampai 6,5 ton, tetapi setelah itu hasil panen terus menurun hingga mengalami gagal panen selama 3 musim,” ungkapnya dalam wawancara yang terdokumentasi di kanal YouTube PT Vale Indonesia.
Salah satu penyebab gagal panen, menurut Wiyono dalam bukunya Pengatar Ilmu Lingkungan, adalah kecenderungan petani menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses bercocok tanam. Metode pertanian konvensional ini dapat menyebabkan kerusakan tanah secara bertahap dan, pada akhirnya, berdampak negatif pada kesehatan manusia yang mengonsumsi hasil pertanian tersebut.
Meskipun memiliki risiko, data Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik masih mendominasi pola penggunaan pupuk oleh petani padi di Indonesia, mencapai 86,41 persen. Menanggapi permasalahan ini, PT Vale Indonesia #MenambangKebaikan dengan menginisiasi program yang berfokus pada model pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture); System of Rice Intensification (SRI) organik.
Melalui metode ini, PT Vale Indonesia mendorong petani untuk tidak lagi menggunakan bahan-bahan kimia selama proses bercocok tanam, dan beralih sepenuhnya ke bahan-bahan organik. Dengan demikian, biaya produksi dapat ditekan, kesuburan tanah terjaga, dan kualitas hasil tani meningkat.
Untuk memastikan kelancaran program ini, PT Vale menggandeng berbagai stakeholder terkait, termasuk kelompok tani dan pemerintah daerah. Sinergi ini memungkinkan setiap tahap program SRI Organik berjalan dengan baik dan menjangkau kelompok tani lainnya.
Tahap awal program ini dilakukan bekerja sama dengan kelompok tani Harapan Jaya di Desa Mahalona, Kecamatan Towoti, Luwu Timur, dengan mengadakan pelatihan bagi kelompok tani pada Februari 2015 yang diikuti oleh 17 anggota kelompok tani dengan total luas lahan 16 hektare.
Pada Mei 2015, program dilanjutkan dengan tahap persiapan implementasi hingga pemupukan lahan secara mandiri dengan bahan-bahan organik, dengan tujuan agar mikroorganisme pada lahan dapat berkembang biak dengan baik dan menyediakan nutrisi bagi kesuburan padi organik. Selain itu, pada tahap pemeliharaan, petani juga diimbau untuk tidak menggunakan bahan kimia untuk memberantas hama.
“Dari hasil panen itu (29 ton), uang yang dihasilkan mencapai Rp203 juta. Inilah yang menarik, para petani mengatakan bahwa baru kali ini selama 8 tahun bertani mereka mendapatkan penghasilan sebesar ini,” kata Kariman, pendamping petani dari Yayasan Aliksa Organik SRI, seperti yang dikutip dari kanal YouTube PT Vale Indonesia.
Program SRI Organik PT Vale Indonesia ini diakui oleh kelompok tani binaan sebagai program yang efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Keberhasilan ini telah mempopulerkan program SRI Organik ke banyak kelompok tani lainnya.
“Begitu musim panen kedua, dari 10 hektare, saya perluas menjadi 22 hektare. Setiap musim tanam, kita tambah dan hasilnya dilihat oleh petani lain. Itu yang membuat mereka tertarik dan setelah kami jelaskan, mereka akhirnya mau bergabung dengan kami,” ujar Faisal, Petani Desa Ululere, dikutip dari kanal YouTube PT Vale Indonesia.
Selain itu, petani muda juga semakin tertarik dan bergabung dalam program SRI Organik. Ketua Kelompok Tani Milenial Desa Walatana, Zani, mengungkapkan bahwa dengan adanya program SRI Organik, semangat dan tekad para petani muda semakin meningkat.
“Sebagai pemuda, saya berterima kasih kepada Alkhairat dan PT Vale karena telah membawa program SRI Organik yang menerapkan pertanian sehat, ramah lingkungan, dan berkelanjutan ini,” kata Zani, dikutip dari kanal YouTube PT Vale Indonesia.
Saat ini, pola SRI Organik dipraktikkan oleh 196 petani di lahan seluas 83,9 hektare di 9 kecamatan di Luwu Timur. Petani binaan PT Vale Indonesia menghasilkan beras organik berlabel “Matano Rice” yang telah memperoleh sertifikasi dari lembaga sertifikasi berskala nasional. PT Vale Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan jangkauan penerima bantuan hingga mencapai target 120 hektare sawah yang menerima pendampingan SRI organik.
2. PT Vale Indonesia dan Komitmen terhadap NZE
Indonesia, melalui Perjanjian Paris 2015, berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Untuk mencapai tujuan ini, Indonesia telah mengaktifkan sejumlah pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). PT Vale Indonesia turut berpartisipasi dalam visi ini dengan membangun infrastruktur kelistrikan berwawasan green energy untuk meminimalkan risiko kerusakan lingkungan.
Visi tersebut diwujudkan melalui pengoperasian tiga unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yaitu PLTA Larona (165 MW), PLTA Balambano (110 MW), dan PLTA Karebbe (90 MW), yang secara total mampu menghasilkan daya listrik sebesar 365 MW. Keberadaan ketiga PLTA ini mengurangi emisi karbon hingga 1 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) per tahun.
Listrik yang dihasilkan oleh PLTA milik PT Vale Indonesia tidak hanya digunakan untuk keperluan operasional pertambangan, tetapi juga didistribusikan kepada masyarakat di Kabupaten Luwu Timur dan sekitarnya, sehingga masyarakat setempat dapat menikmati listrik yang andal dan ramah lingkungan untuk kebutuhan rumah tangga maupun pekerjaan sehari-hari.
Selain PLTA, percepatan NZE juga dilakukan PT Vale Indonesia melalui penerapan teknologi electric boiler untuk memproduksi uap yang dimanfaatkan untuk menjaga aliran sulfur cair dan proses produksi lainnya. Pada tahun 2020, melalui cara ini, PT Vale Indonesia berhasil mengurangi emisi karbon hingga 28,331 ton CO2eq.
Selain itu, PT Vale Indonesia menggunakan bahan bakar biodiesel B30 untuk kebutuhan operasional alat berat dan kendaraan ringan, sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sepanjang tahun 2020, total penggunaan biodiesel perusahaan mencapai 77,17 juta liter, yang setara dengan pengurangan emisi karbon sebesar 61.600 ton CO2eq.
Inisiatif lainnya adalah dengan memangkas jarak tempuh truk pengangkut biji nikel dari lokasi penambangan ke lokasi penyaringan biji menggunakan teknologi modular screening station. Pemanfaatan teknologi ini juga bertujuan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar diesel oleh truk akibat semakin jauhnya jarak kegiatan penambangan ke stasiun penyaringan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 3.139 ton CO2eq.
Selain itu, dalam rangka menjaga stabilitas lingkungan, PT Vale Indonesia sangat memperhatikan pengolahan air limbah yang diwujudkan melalui fasilitas Lamella Gravity Settler (LGS) dengan kapasitas 16 juta meter kubik.
LGS terintegrasi langsung dengan lebih dari 100 kolam sedimen di lokasi-lokasi penambangan. Infrastruktur ini berfungsi untuk memurnikan limbah air tambang dengan mengurangi elemen-elemen yang terkandung dalam air, terutama total suspended solids (TSS) atau partikel yang tidak terlarut dalam air, dan kromium (Cr6+), salah satu logam berat yang terkandung dalam air.
Teknologi LGS merupakan teknologi standar dalam penjernihan air untuk pengolahan bahan baku air minum. Bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT Vale Indonesia menjadi perusahaan pertambangan pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi LGS.
Upaya nol emisi ini tidak berhenti pada pengoperasian fasilitas-fasilitas tersebut. PT Vale Indonesia telah menyusun peta jalan dalam program NZE untuk mengurangi CO2 sebesar 33 persen hingga tahun 2030 dan mencapai nol emisi pada tahun 2050.
Beberapa kajian telah dilakukan, di antaranya penggunaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) sebagai bahan bakar utama rotary kiln & dryer kiln, kajian pemanfaatan biomassa sebagai reductant pada unit rotary klin, kajian teknologi pembangkit listrik tenaga surya, percobaan penggunaan kendaraan listrik, peningkatan kapasitas energi PLTA, pemanfaatan waste heat untuk pembangkitan energi, hingga penerapan online monitoring system pada jalur distribusi uap, air, dan power.
Konservasi Lingkungan Terpadu: Darat, Laut, dan Udara oleh PT Vale Indonesia
Konservasi Lingkungan Terpadu: Darat, Laut, dan Udara oleh PT Vale Indonesia
3. PT Vale Indonesia dan Rehabilitasi Lahan
Pemulihan lahan merupakan aspek krusial dalam proses pertambangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang mewajibkan reklamasi dan pascatambang bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)/ Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
PT Vale Indonesia melakukan kegiatan reklamasi secara progresif dan terintegrasi dengan kegiatan penambangan untuk membatasi pembukaan lahan hanya pada area yang diperlukan untuk kegiatan operasi penambangan. Selain untuk meminimalkan dampak lingkungan, seperti erosi dan sedimentasi, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan penyerapan karbon.
Hingga Juni 2022, total luas lahan yang telah direklamasi mencapai 3.338 hektare, dengan total pohon mencapai 4,1 juta. PT Vale Indonesia juga melakukan rehabilitasi lintas batas di atas lahan seluas 10.000 ha yang tersebar di 13 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan.
Untuk memenuhi kebutuhan rehabilitasi lahan dan penanaman kembali, PT Vale Indonesia memiliki fasilitas pembibitan atau nursery berkapasitas 700.000 bibit per tahun. Nursery ini digunakan untuk menanam, merawat, dan mengembangkan tanaman yang akan dimanfaatkan untuk mereklamasi lahan bekas tambang, serta mendukung program penghijauan pemerintah.
Persemaian modern atau nursery yang dibangun di Blok Sorowako memproduksi berbagai jenis tanaman asli (native species) dan tanaman endemik yang merupakan bagian dari konservasi keanekaragaman hayati. Hingga kuartal kedua tahun 2023, dari total lahan tambang seluas 5.596 hektare, PT Vale Indonesia berhasil merehabilitasi 3.635 hektare (65 persen). Dari 3.635 hektare tersebut, sudah dievaluasi oleh Kementerian Sumber Daya Mineral dan 86,7 persen dinyatakan berhasil.
Sebelum melakukan penambangan, perusahaan mendata dan mengumpulkan tanaman lokal. Tanaman dari lahan yang akan ditambang kemudian dikembangkan di nursery. Lapisan tanah pucuk dari penambangan digunakan kembali untuk menyiapkan lahan pascatambang. Dengan laju pembukaan lahan 200 hektare per tahun, PT Vale Indonesia mengupayakan laju penutupan lahan yang sama dengan reklamasi progresif.
Adapun tahapan reklamasi dan rehabilitasi lahan meliputi penyiapan lahan agar pertumbuhan tanaman optimal, pengaturan bentang lahan, pembangunan lereng, kolam pengendapan untuk menghindari erosi, penggemburan lahan, penyebaran benih tanaman penutup, penanaman tanaman perintis (jarak antartanaman 3,5 x 4 meter), penanaman tanaman perintis (intensitas tanaman pionir) 700 tanaman per hektare, dan pemupukan dasar.
Melalui upaya-upaya ini, PT Vale Indonesia membuktikan komitmennya terhadap pertambangan berkelanjutan yang disertai dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL). Dengan proses tambang yang sistematis dan berwawasan green mining, PT Vale Indonesia telah memperoleh sejumlah penghargaan. Apresiasi juga datang dari pihak pemerintah, Retno Marsudi, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
“Apa yang dilakukan PT Vale Indonesia dapat dijadikan contoh yang baik bagaimana sebuah perusahaan pertambangan bertanggung jawab terhadap ESG (Environmental, Social, and Governance). Ini harus sering diceritakan, karena semakin banyak orang melihat dan bercerita, maka akan mengurangi cerita-cerita buruk tentang nikel Indonesia,” ucap Retno Marsudi, seperti yang dikutip dari kanal YouTube PT Vale Indonesia.
3 Inisiatif Utama PT Vale Indonesia dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
3 Inisiatif Utama PT Vale Indonesia dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat