Pasar modal Amerika Serikat mengalami gejolak signifikan sejak Kamis (4/4), menyusul pengumuman Presiden Donald Trump mengenai penerapan tarif impor yang luas. Indeks S&P 500 bahkan mencatatkan penurunan nilai pasar saham gabungan sebesar USD 2,4 triliun, sebuah aksi jual masif yang menandai titik terburuk sejak pandemi COVID-19.
Kondisi serupa juga melanda bursa saham di kawasan Asia pada hari berikutnya. Mayoritas indeks saham mengalami penurunan tajam, dipicu oleh sentimen negatif yang dipicu oleh kebijakan Trump.

Baca Juga
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih belum beroperasi karena masa libur. Aktivitas perdagangan di BEI akan kembali dimulai pada hari Selasa (8/4), setelah penutupan selama 7 hari terkait perayaan Nyepi dan libur Lebaran.
Menurut Ezaridho Ibnutama, Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan mengalami penurunan dan bergerak di antara level 6.000-5.800 pada saat pembukaan kembali perdagangan, sebagai dampak dari sentimen terkait kebijakan Trump.
Ia menjelaskan bahwa implementasi tarif impor berpotensi menambah tekanan pada IHSG, yang sebelumnya telah terbebani oleh sentimen negatif terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian dalam kebijakan moneter. Saat ini, pelaku pasar tengah mengamati dampak kebijakan tersebut terhadap sektor-sektor yang berorientasi ekspor, terutama industri manufaktur, tekstil, elektronik, dan otomotif.
“Kami memandang ini sebagai langkah awal yang signifikan menuju era baru dalam perdagangan global, yang menggeser fokus dari China sebagai pusat manufaktur dan perdagangan menuju Amerika Serikat. Risiko potensial dari penerapan tarif balasan adalah kemungkinan terbentuknya kerja sama antara negara-negara yang terkena dampak untuk membentuk blok perdagangan bebas,” ujarnya saat dihubungi oleh tim kumparan.
Berpotensi Disetop Sementara (Trading Halt)
Selain itu, tekanan terhadap IHSG semakin meningkat seiring dengan terjadinya arus keluar modal asing, yang juga terjadi di pasar saham global. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, menyampaikan bahwa IHSG berpotensi mengalami tekanan yang signifikan, meskipun beberapa emiten telah melakukan aksi buyback saham.
“Aksi buyback saja belum cukup untuk menahan laju aliran modal asing yang keluar. Tekanan terhadap IHSG juga berkaitan dengan proyeksi penurunan laba emiten sepanjang tahun sebagai akibat dari kebijakan tarif Trump. Indeks S&P telah anjlok 4,84 persen dalam sehari, dan Nasdaq 5,97 persen pada hari yang sama. Tingkat imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun juga mengalami kenaikan sebesar 0,34 persen,” ungkap Bhima.
“Indikasi pasar semakin mencari aset yang aman. Hal ini mengindikasikan bahwa IHSG berisiko mengalami trading halt pada hari pertama pembukaan,” tegasnya.
Bhima juga menekankan pentingnya penerapan langkah-langkah mitigasi kebijakan untuk mengurangi dampak negatif dari penerapan tarif impor ini. Beberapa solusi yang ia usulkan antara lain adalah revisi terhadap Permendag 8 Tahun 2024 guna mencegah masuknya banjir barang impor dari negara lain, peningkatan efisiensi belanja pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi, serta pemanfaatan kerja sama perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS dan Uni Eropa.
Selain itu, ia juga menekankan perlunya upaya penyelamatan industri padat karya melalui pemberian insentif tarif listrik dan penerapan kebijakan suku bunga yang lebih longgar. “Bank Indonesia perlu segera menurunkan suku bunga sebesar 50 bps untuk memberikan relaksasi bunga kredit kepada sektor industri padat karya dan UMKM,” tambahnya.