Stocknesia – JAKARTA. Prospek gemilang masih menyelimuti kinerja reksadana hingga penghujung tahun 2025. Sentimen positif ini diperkuat dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya pada tahun ini.
Ekky Topan, Analis Infovesta Kapital Advisori, menyampaikan bahwa secara garis besar, kinerja reksadana menunjukkan sinyal pemulihan yang menggembirakan. Salah satu indikator yang paling mencolok adalah pertumbuhan imbal hasil reksadana saham, yang berhasil mencatatkan penguatan sebesar 4,39% secara month to date (mtd) per tanggal 30 April 2025.

Baca Juga
Fenomena ini mengindikasikan adanya pembalikan tren positif di pasar saham, yang didorong oleh aksi buyback saham yang dilakukan oleh sejumlah emiten terkemuka, serta rencana dari institusi besar di Indonesia untuk meningkatkan alokasi investasi mereka di pasar saham.
“Meskipun sempat terjadi arus modal keluar (capital outflow) di awal April, namun tampaknya sentimen domestik yang kuat mampu mendorong pasar untuk kembali menunjukkan performa yang positif,” jelas Ekky kepada Kontan.co.id, pada hari Selasa (6/5).
Arah Kebijakan Suku Bunga BI Menjadi Faktor Penentu Prospek Reksadana
Menurut pandangan Ekky, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75% dalam pertemuan rapat dewan gubernur (RDG) yang diselenggarakan pada tanggal 23 April lalu, menjadi kontributor utama dalam menopang prospek reksadana pendapatan tetap. Keputusan ini juga berpotensi mendukung penguatan lebih lanjut pada reksadana saham.
Bahkan, BI telah secara terbuka mengonfirmasi bahwa masih terdapat ruang dan peluang untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini.
Sebelumnya, di awal tahun, HSBC Global Private Banking juga telah memprediksi bahwa BI akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2025. Sinyal lain yang mengindikasikan bahwa momentum pemangkasan BI-rate semakin dekat adalah penurunan pada tingkat bunga SBRI selama tiga kali berturut-turut hingga mencapai level 6,48%.
“Jika ekspektasi penurunan suku bunga ini benar-benar terwujud, maka reksadana pendapatan tetap akan menjadi semakin menarik bagi investor. Sehingga, bagi investor yang memiliki profil risiko konservatif, reksa dana pendapatan tetap dapat menjadi alternatif yang lebih optimal dari sisi potensi return dibandingkan dengan reksadana pasar uang,” terang Ekky.
Reza Fahmi Riawan, Head of Business Development Henan Putihrai AM, menambahkan bahwa investor masih dapat memanfaatkan reksadana pasar uang sebagai wadah untuk memarkir dana sementara, mengingat sifatnya yang likuid dan cenderung memiliki risiko yang rendah. Oleh karena itu, reksadana pasar uang sangat disarankan untuk menjadi bantalan ketika pasar saham mengalami koreksi.
“Sementara itu, reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi dapat dijadikan sebagai fondasi portofolio investasi,” imbuh Reza kepada Kontan.co.id, pada hari Selasa (06/5).
Dalam menyikapi sinyal pemangkasan suku bunga acuan tersebut, Henan Putihrai AM mengalokasikan reksadana pasar uang pada obligasi dan deposito dengan tenor di bawah satu tahun.
“Kami juga secara konsisten melakukan pembelian secara bertahap untuk menurunkan rata-rata harga investasi. Strategi ini juga berlaku bagi investor yang memiliki profil risiko agresif dan berorientasi pada investasi jangka panjang,” kata Reza.
BRI-MI Mengandalkan Dua Reksadana Pasar Uang untuk Menghadapi Volatilitas Global
Penyesuaian Portofolio
Karen Miranti, Marketing Investment Specialist Syailendra Capital, mengungkapkan bahwa Syailendra Capital telah melakukan penyesuaian portofolio sejak akhir tahun lalu. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan memperpendek durasi pada reksadana pendapatan tetap dan meningkatkan eksposur ke obligasi korporasi yang memiliki peringkat tinggi dengan tawaran yield yang menarik.
“Sementara itu, untuk reksadana saham, kami mengedepankan strategi aktif melalui pemilihan saham (stock picking) dengan pendekatan bottom-up dan fokus pada sektor-sektor yang resilient terhadap siklus suku bunga, seperti perbankan, consumer staples, dan infrastruktur,” jelas Karen.
Karen berpendapat bahwa terdapat potensi perbaikan return pada reksadana saham dan campuran di semester II, dengan ekspektasi suku bunga mulai dipangkas dan volatilitas global mereda. Sementara itu, peluang capital gain di reksadana pendapatan tetap masih terbuka lebar, terutama jika yield obligasi bergerak turun.
“Untuk reksadana pasar uang, kemungkinan akan bergerak stabil hingga akhir tahun nanti, dengan potensi yield di kisaran 4,5% – 5,2% per tahun,” tutur Karen kepada Kontan.co.id, pada hari Rabu (7/5).
Per April 2025, Syailendra Sharia Fixed Income Fund (SSFIF) telah mencatatkan return sebesar 3,52% secara year-to-dat (ytd). Hal ini didorong oleh eksposur pada sukuk korporasi berdurasi pendek.
Sementara itu, Syailendra Pendapatan Tetap Premium (SPTP) mencetak imbal hasil sebesar 2,09% YTD, yang terbantu dari kombinasi obligasi pemerintah dan korporasi dengan manajemen durasi yang aktif.
Adapun Syailendra Equity Opportunity Fund (SEOF) mulai menunjukkan rebound dengan kinerja 9,72% selama sebulan terakhir. Hal ini terjadi seiring dengan perbaikan yang terjadi di pasar dan juga strategi high conviction stock picking yang telah dijalankan sejak Desember 2024.
Ketidakpastian Global Tinggi, Bagaimana Strategi Mengatur Portofolio Reksadana?
Hanif Mantiq, CEO STAR AM, juga memaparkan dua produk unggulannya, yaitu Dana STAR Stable Income Fund dan Dana STAR Stable Amanah Sukuk, dengan masing-masing return sebesar 2,35% dan 2,65% ytd per tanggal 6 Mei 2025.
“Salah satu strategi yang kami terapkan adalah perluasan sarana pemasaran dengan memanfaatkan aplikasi digital, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan pasar, menambah AUM (Asset Under Management), dan meningkatkan market share di industri,” kata Hanif.