Dana Moneter Internasional (IMF) menguraikan serangkaian langkah penting yang perlu diimplementasikan oleh suatu negara dalam menghadapi potensi perang tarif yang dipicu oleh Amerika Serikat (AS).
Kristalina Georgieva, Managing Director IMF, menyatakan bahwa langkah fundamental adalah fokus pada perbaikan internal secara menyeluruh. Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian dan gejolak yang kerap terjadi, penundaan reformasi bukanlah pilihan yang bijaksana.

Baca Juga
Esensi dari reformasi ini adalah untuk memperkuat stabilitas ekonomi dan keuangan, sekaligus mendorong potensi pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Perekonomian global saat ini menghadapi tantangan baru, dimulai dari posisi yang lebih rentan, dengan tingkat utang publik yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun sebelumnya,” ungkap Kristalina, seperti yang dikutip dari laman resmi IMF pada hari Senin (21/4).
Mayoritas negara perlu mengambil tindakan fiskal yang terukur dan tegas untuk membangun kembali ruang kebijakan yang memadai. Upaya ini harus diiringi dengan penetapan jalur penyesuaian bertahap yang tetap menghormati kerangka fiskal yang ada.
Walaupun beberapa negara mungkin menghadapi guncangan tak terduga yang memerlukan dukungan fiskal tambahan, Kristalina menekankan bahwa jika dukungan fiskal memang diperlukan, maka harus tepat sasaran dan bersifat sementara.
“Guna menjaga stabilitas harga, kebijakan moneter harus tetap adaptif dan kredibel, didukung oleh komitmen yang kuat terhadap independensi bank sentral. Para pembuat kebijakan di bank sentral harus terus memantau data dengan seksama, termasuk mengantisipasi ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa kasus,” tegasnya.
Selanjutnya, di sektor keuangan, regulasi dan pengawasan yang solid tetap krusial untuk menjaga keamanan bank, sementara risiko keuangan yang berkembang dari sektor non-bank perlu dipantau dan dikelola dengan cermat.
Secara khusus, ia memberikan perhatian khusus pada negara-negara berkembang, menyatakan bahwa untuk mengatasi tantangan ini, negara-negara dengan ekonomi berkembang harus mempertahankan fleksibilitas nilai tukar sebagai mekanisme peredam guncangan.
Pembatasan anggaran yang lebih ketat akan memicu pilihan sulit di berbagai bidang, termasuk upaya meningkatkan kapasitas reformasi dan mengamankan bantuan keuangan yang vital.
“Negara-negara dengan tingkat utang publik yang tidak berkelanjutan harus bertindak proaktif untuk memulihkan keberlanjutan, termasuk, dalam beberapa situasi, mengambil keputusan sulit untuk mencari restrukturisasi utang,” jelas Kristalina.
Dia kemudian mengumumkan penerbitan buku pedoman bagi otoritas negara yang sedang mempertimbangkan restrukturisasi utang, yang bertujuan untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang tepat. Buku tersebut akan segera diterbitkan oleh Global Sovereign Debt Roundtable.
Selain itu, Kristalina juga menekankan pentingnya mengatasi kompromi kebijakan dengan meningkatkan potensi pertumbuhan.
Menurutnya, negara-negara dengan perekonomian yang tertinggal dari AS dapat mengejar ketertinggalan melalui reformasi ambisius di sektor perbankan, pasar modal, kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, dan kesiapan adopsi kecerdasan buatan (AI), yang semuanya berpotensi berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi.
“Dalam banyak kasus, negara dapat dan harus berupaya lebih keras untuk mengurangi hambatan bagi perusahaan swasta dan inovasi, dengan kata lain, menghilangkan kebijakan yang merugikan diri sendiri,” pungkas Kristalina.