“`html
Stocknesia – JAKARTA. Kendati menghadapi dinamika yang cukup signifikan di tahun ini, kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA), salah satu emiten terkemuka di sektor pertambangan batubara, diyakini akan tetap menunjukkan resiliensi dan pertumbuhan positif.
Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya, PTBA berhasil mencatatkan peningkatan volume penjualan batubara sebesar 16% year on year (yoy), mencapai 42,89 juta ton pada tahun 2024. Peningkatan ini terutama didorong oleh performa penjualan ekspor yang melesat 30% yoy menjadi 20,26 juta ton, serta pertumbuhan penjualan di pasar domestik sebesar 6% yoy, mencapai 22,64 juta ton.

Baca Juga
Berkat pencapaian yang solid ini, pendapatan PTBA mengalami kenaikan sebesar 11% yoy, mencapai Rp 42,76 triliun pada tahun 2024. Meskipun demikian, adanya tekanan pada harga jual batubara menyebabkan laba bersih PTBA mengalami kontraksi sebesar 16,41% yoy, menjadi Rp 5,1 triliun.
Untuk tahun 2025, PTBA menargetkan produksi batubara sebesar 50 juta ton, yang mencerminkan kenaikan sebesar 16,55% dibandingkan dengan realisasi produksi pada tahun sebelumnya. Selain itu, perusahaan juga menetapkan target volume penjualan dan angkutan batubara masing-masing sebesar 50,1 juta ton dan 43,2 juta ton pada tahun 2025.
Menurut Muhammad Thoriq Fadilla, Research Analyst dari Lotus Andalan Sekuritas, kinerja PTBA akan sangat bergantung pada kondisi eksternal, khususnya pasar ekspor batubara yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama perusahaan.
Di Tengah Proyeksi Kinerja Konservatif, MTEL Tetap Incar Peluang Merger dan Akuisisi
Sentimen dari pasar global juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kebijakan yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump, yang baru-baru ini menandatangani empat perintah eksekutif dengan tujuan menghidupkan kembali industri batubara di Amerika Serikat. Dalam kebijakan tersebut, Trump bahkan mengaktifkan defense production act untuk mempercepat produksi batubara domestik, sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan listrik.
Kebijakan yang mendukung industri batubara ini berpotensi meningkatkan pasokan global, yang pada gilirannya dapat menekan harga batubara internasional. “Meskipun PTBA tidak memiliki eksposur langsung ke pasar AS, tekanan pada pasokan dan harga dapat mempengaruhi permintaan dari mitra dagang utama seperti China dan India,” ujarnya kepada Kontan, Senin (14/4).
Akibatnya, meskipun target produksi batubara sebesar 50 juta ton berpotensi tercapai, PTBA tetap perlu berhati-hati. Volatilitas harga dapat memengaruhi margin PTBA. Oleh karena itu, strategi pemasaran ekspor PTBA perlu lebih agresif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di pasar internasional.
Secara terpisah, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menyatakan bahwa dukungan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan swasembada energi berpotensi mendorong peningkatan produksi batubara. Hal ini dapat menjadi sentimen positif bagi keberlanjutan bisnis PTBA sepanjang tahun 2025.
Langkah PTBA dalam mengikuti arahan pemerintah untuk melanjutkan proyek gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) juga berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan secara signifikan, jika berhasil diimplementasikan.
Selain DME, PTBA juga menjalankan pilot project bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupa konversi batubara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet, yang merupakan bahan baku untuk baterai Lithium-Ion (Li-ion). Bahkan, PTBA juga menjalin kerjasama dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) untuk mengembangkan hilirisasi batubara menjadi Substitute Natural Gas (SNG).
“Namun, perusahaan perlu berhati-hati agar investasi dalam proyek-proyek tersebut tidak membebani neraca keuangan secara keseluruhan,” tambahnya pada hari Selasa (15/4).
Sementara itu, Senior Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, memperkirakan pendapatan PTBA dapat tumbuh sebesar 5% pada tahun 2025, mencapai Rp 44,7 triliun. Proyeksi ini didasarkan pada asumsi nilai tukar Rp 16.000 per dollar AS serta asumsi harga jual rata-rata (average selling price atau ASP) batubara sebesar Rp 878.102 per ton, meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan dengan ASP batubara tahun sebelumnya, yaitu Rp 980.979 per ton.
Sejalan dengan itu, laba bersih PTBA juga diprediksi akan tumbuh sebesar 5%, mencapai Rp 5,4 triliun hingga akhir tahun 2025. “Prospek pertumbuhan PTBA didukung oleh target produksi dan penjualan yang lebih tinggi, serta ekspansi yang berkelanjutan ke pasar ekspor,” tulisnya dalam riset yang dipublikasikan pada hari Senin (14/4).
Sukarno merekomendasikan pembelian saham PTBA dengan target harga di level Rp 3.100 per saham. Harga ini mencerminkan Price to Earning Ratio (PER) emiten ini di level 6,65 kali dan Price to Book Value (PBV) di level 1,42 kali. Risiko yang dihadapi PTBA antara lain perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga batubara, risiko volatilitas kurs, transisi energi, dan perubahan kebijakan pemerintah.
Ekky juga merekomendasikan pembelian saham PTBA yang saat ini berada dalam fase bullish, dengan target harga selanjutnya di kisaran Rp 2.800—3.000 per saham. Namun, investor diharapkan berhati-hati terhadap potensi aksi profit taking, mengingat harga saham PTBA telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir.
Thoriq juga merekomendasikan pembelian saham PTBA di kisaran Rp 2.700—2.710 per saham, dengan target harga di level Rp 2.830 per saham dan stop loss di level Rp 2.600 per saham.
Kalbe Farma Tbk (KLBF) Berupaya Menekan Risiko Nilai Kurs
“`