Stocknesia – JAKARTA. Nilai tukar rupiah mengalami penurunan pada penutupan perdagangan hari Selasa (8/4). Dinamika global tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah pada hari itu. Meskipun demikian, ada potensi penguatan rupiah pada hari Rabu (9/4).
Berdasarkan data dari Bloomberg, nilai rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 16.891 per dolar Amerika Serikat (AS), mengalami penurunan sebesar 0,46% dibandingkan hari sebelumnya. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR BI) menunjukkan bahwa rupiah berada pada level Rp 16.849. Jika dibandingkan dengan perdagangan terakhir sebelum libur Lebaran pada tanggal 27 Maret, angka ini menunjukkan penurunan sebesar 1,7%.

Baca Juga
Level rupiah di pasar domestik pada hari tersebut mencatat rekor terendah sepanjang sejarah. Sementara itu, di pasar spot, rekor terendah sebelumnya baru saja terlampaui pada hari Senin (7/4) dengan level Rp 16.941.
Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 1,71% ke Level Rp 16.849 Per Dolar AS pada Selasa (8/4)
Menurut ekonom Bank Permata, Josua Pardede, pelemahan nilai rupiah pada hari itu disebabkan oleh sentimen yang berasal dari perang dagang global. Selain itu, ketegangan antara AS dan China juga semakin meningkat.
Setelah mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor dari China, yaitu sebesar 34%, AS menerima respons balasan. China menyatakan akan menerapkan tarif dengan nilai yang sama untuk produk impor dari AS mulai tanggal 9 April.
AS mengancam akan meningkatkan tarif terhadap China hingga 50% jika negara tersebut kekeh melaksanakan rencananya.
“Aksi saling membalas ini mendorong para investor untuk mengalihkan aset mereka ke aset yang dianggap lebih aman,” jelas Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (8/4).
Senada dengan hal tersebut, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, berpendapat bahwa pelemahan rupiah pada hari itu merupakan akumulasi dari sentimen risk-off selama periode libur panjang hari raya. Akibatnya, sentimen global yang sedikit membaik pun tidak cukup untuk menopang nilai rupiah.
“Tidak ada faktor lain yang lebih dominan,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (8/4).
Rupiah Lesu di Tengah Perang Dagang, Intervensi BI Bagai Menabur Garam ke Laut
Saat ini, Indonesia berada dalam posisi yang sulit. Dari sisi eksternal, Lukman menilai bahwa rupiah hanya dapat berharap pada pelonggaran kebijakan tarif AS terhadap Indonesia. Namun, hal ini akan sulit mengingat surplus perdagangan Indonesia terhadap AS yang sangat besar.
Belajar dari pengalaman negara lain, AS telah menolak proposal free trade zero tariff yang diajukan oleh Uni Eropa dan Vietnam. Lukman berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh keinginan Trump untuk mencapai neraca perdagangan yang seimbang.
Dalam situasi ini, Lukman menilai bahwa potensi rupiah menembus level Rp 17.000 masih sangat terbuka. Oleh karena itu, menurutnya, nilai rupiah akan sangat bergantung pada intervensi dari Bank Indonesia. Sejauh ini, intervensi BI di pasar spot pada hari tersebut tidak menunjukkan dampak yang signifikan. Hal ini terlihat dari nilai rupiah yang justru semakin melemah.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari itu mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk bulan Maret 2025. Berdasarkan data tersebut, kenaikan harga cenderung lebih rendah dari perkiraan. Lukman mengatakan bahwa hal ini menjadi indikasi pelemahan daya beli masyarakat.
“Hasil ini juga turut menekan nilai rupiah,” tambahnya.
Untuk perdagangan hari Rabu (9/4), Lukman optimis bahwa tekanan terhadap rupiah dapat mereda dengan dukungan dari sentimen di pasar ekuitas yang mulai menunjukkan pemulihan. Ia memprediksi bahwa nilai rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.700–Rp 16.900. Sementara itu, Josua memperkirakan bahwa rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.825–Rp 17.000.