Stocknesia – JAKARTA. Dalam dinamika pasar valuta asing selama sepekan terakhir, sebagian besar mata uang di kawasan Asia menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pemicunya adalah meningkatnya kekhawatiran mengenai potensi resesi ekonomi di Negeri Paman Sam.
Data dari Trading Economics menunjukkan bahwa pasangan mata uang USD/JPY mengalami penurunan terdalam, mencapai 2,7% dalam periode satu minggu hingga Jumat (4/4) pukul 17.22 WIB. Menyusul di belakangnya adalah USD/KRW yang mengalami penurunan sebesar 1,59%, serta USD/INR yang menyusut 0,43% selama sepekan.

Baca Juga
Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa secara fundamental, mata uang Asia sebenarnya mengalami pelemahan. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, indeks dolar (DXY) juga mencatatkan penurunan sebesar 1,47% dalam sepekan, sehingga secara relatif, mata uang Asia tampak menguat.
Lukman menambahkan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, pada dasarnya memberikan tekanan pada mata uang, terutama di kawasan Asia dan pasar negara berkembang (Emerging Market). “Namun, fenomena yang terjadi saat ini adalah pelemahan dolar AS akibat kekhawatiran resesi di AS yang semakin besar, mendorong banyak investor asing untuk keluar dari pasar AS, melepaskan saham-saham dan mengurangi kepemilikan dolar AS,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (4/4).
Dampak Tarif Baru Donald Trump, Triliunan Dolar Hilang di Pasar Saham AS
Di sisi lain, mata uang JPY turut mendapatkan dorongan dari permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global dan ancaman resesi. Sementara itu, KRW didukung oleh ekspektasi pemulihan situasi politik di Korea setelah keputusan pengadilan terkait pemakzulan (impeachment) Yoon Suk Yeol.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, berpendapat bahwa kebijakan tarif yang diterapkan Trump meningkatkan kekhawatiran terhadap kondisi sektor riil AS. Menurutnya, dengan implementasi kenaikan tarif, negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan dengan AS akan mencari mitra dagang baru, yang pada akhirnya akan menekan nilai tukar dolar AS.
“Asia juga memiliki hubungan perdagangan yang lebih erat dan proses regionalisasi di Asia juga lebih maju dibandingkan kawasan lain. Hal ini kemungkinan akan segera dimanfaatkan oleh negara-negara Asia,” kata Fikri.
Lebih lanjut, Lukman menjelaskan bahwa pergerakan mata uang Asia ke depan akan sangat bergantung pada perkembangan selanjutnya, seperti respons atau retaliasi terhadap kebijakan AS.
“Namun, satu hal yang pasti adalah volatilitas akan meningkat. Sentimen risk off masih akan mendominasi, sehingga akan sulit bagi mata uang Asia untuk melanjutkan penguatan, kecuali Yen yang masih berpotensi didukung oleh permintaan sebagai aset safe haven,” pungkas Lukman.
Indeks Dolar AS Melemah, Mata Uang Safe Haven Melonjak