Stocknesia, Jakarta – Proses investigasi terkait dugaan gagal bayar di Koperasi Melania Credit Union (MCU) terus bergulir. Jajaran penyidik dari Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung berencana memanggil tiga orang saksi untuk dimintai keterangan pada Senin, 21 April 2025. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian mencapai Rp 210 miliar akibat simpanan anggota yang tak terbayar.
“Pekan depan, kami akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi lagi,” ungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rahman, saat dikonfirmasi pada Jumat, 18 April 2025.

Baca Juga
Meskipun demikian, AKBP Abdul Rahman tidak memberikan rincian mengenai identitas para saksi yang akan dipanggil. Ia menjelaskan bahwa informasi tersebut bersifat internal dan hanya diketahui oleh pihak penyidik.
Lebih lanjut, Rahman menjelaskan bahwa sejak laporan kasus ini diterima pada 15 Januari 2024, pihak kepolisian telah memeriksa enam orang saksi. Proses penyelidikan dimulai dengan penerbitan Surat Perintah Penyelidikan pada 5 Februari 2024, yang kemudian ditingkatkan menjadi penyidikan pada Desember 2024. Surat Perintah Penyidikan resmi diterbitkan pada Januari 2025.
Laporan ke Polrestabes Bandung diajukan oleh seorang anggota koperasi yang menjadi korban gagal bayar. Anggota tersebut tergabung dalam Komite Krisis, sebuah organisasi yang dibentuk oleh para korban gagal bayar Koperasi Melania untuk menempuh jalur hukum. Komite ini mewakili 226 korban dengan total kerugian mencapai Rp 57 miliar.
Pembentukan Komite Krisis diinisiasi pada Mei 2024 melalui Rapat Anggota Khusus, setelah tim verifikasi dan pengurus pengawas verifikasi yang terdiri dari anggota yang dirugikan melakukan audit selama 27 hari. Tim verifikasi sendiri dibentuk melalui Rapat Anggota Tahunan 2023. Namun, pada 22 Juni 2024, pengurus koperasi secara tiba-tiba mengadakan Rapat Anggota Luar Biasa yang bertujuan untuk menganulir hasil dua rapat sebelumnya.
Dugaan gagal bayar simpanan anggota di Koperasi Melania ini disinyalir disebabkan oleh non-performance loan (NPL), atau kredit macet, yang tidak dilaporkan oleh manajer. Menurut catatan Tempo, koperasi kredit yang awalnya didirikan untuk menunjang kepentingan umat gereja Paroki St. Melania ini mengalami kesulitan keuangan hingga gagal membayar simpanan anggota senilai Rp 210 miliar akibat kredit macet sebesar Rp 263 miliar, atau setara dengan 87 persen dari total aset koperasi.
Para anggota koperasi yang tergabung dalam Komite Krisis mengungkapkan bahwa masalah penarikan uang tabungan telah terjadi sejak Juni 2023. Juru bicara Komite Krisis, Yunita Tan, menjelaskan bahwa pengurus dan manajer koperasi menginformasikan kepada anggota dan non-anggota yang menyimpan dana bahwa terdapat sejumlah tagihan di luar yang belum masuk ke rekening koperasi.
Tempo telah berupaya mengonfirmasi informasi ini kepada pihak pengurus dan manajer Melania Credit Union. “Silakan menghubungi pengurus saja ya. Mohon maaf,” jawab Manajer Koperasi Melania, William Setiadi, melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 12 April 2025. Hingga saat ini, Ketua Koperasi Melania, Andreas Indrayadi, dan Wakil Ketua Koperasi Melania, Djoko Susilo, belum memberikan respons terhadap permintaan konfirmasi yang diajukan oleh Tempo melalui pesan dan panggilan telepon.
Martha Warta Silaban dan Alfitria Nefi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kemenkop Usul Desa Rengel Tuban Jadi Contoh Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih