Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti mengungkapkan rencana pemerintah untuk menetapkan standar tarif air minum nasional. Menurutnya, kebijakan ini diperlukan agar perusahaan air minum dapat menutup biaya operasional dengan pendapatan yang dihasilkan.
“Standarisasi tarif air minum nasional masih dalam proses. Hal ini diperlukan lantaran kondisi seluruh PDAM saat ini serupa dengan posisi Aguas de Portugal pada 30 tahun yang lalu,” ujar Diana di Jakarta, Rabu (12/3).

Baca Juga
Berdasarkan data Databoks, jumlah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pada 2020 mencapai 380 unit. Dari jumlah tersebut, 96 PDAM dikategorikan kurang sehat, sementara 52 PDAM masuk dalam kategori sakit.
Diana menambahkan bahwa perbaikan tarif akan diiringi dengan integrasi sistem penyediaan dan akses air minum perpipaan yang lebih merata bagi masyarakat. Salah satu proyek yang telah mengadopsi pendekatan ini adalah pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Teluk Bintan, Kepulauan Riau.
Baca juga:
- Pertamina Hulu Energi Targetkan Pendapatan Rp 225,46 Triliun pada 2025
- Pendapatan Tambang Emas Milik UNTR Melonjak 64% pada 2024
- BCA Bagi Dividen Rp 300 per Saham, Nilainya Rp 37 T untuk Tahun Buku 2024
“SPAM ini dirancang untuk menyediakan air minum perpipaan sebanyak 10.000 liter per detik. Air bersumber dari dam estuari berkapasitas 251 juta meter kubik dan akan disalurkan langsung ke masyarakat melalui 1.000 sambungan rumah,” ujarnya.
Diana menekankan bahwa proyek seperti ini memastikan akses air bersih yang efisien dan berkelanjutan. Dengan manajemen yang terintegrasi, pengoperasian tidak berpindah tangan berkali-kali.
“Oleh karena itu, seharusnya banyak investor swasta yang tertarik dengan proyek air minum perpipaan,” ujarnya.
Target dan Kebutuhan Investasi
Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), cakupan akses air perpipaan di Indonesia saat ini masih rendah, yakni 20,69%.
Artinya, hampir 80% masyarakat belum memiliki akses air perpipaan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah menargetkan angka ini meningkat menjadi 30%.
Untuk mencapai target tersebut, diperlukan investasi sebesar Rp 123,4 triliun. Awalnya, pendanaan mayoritas bersumber dari APBN sebesar 63%, tetapi porsinya kini menyusut menjadi 17%. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengandalkan sumber investasi lain, termasuk sektor swasta dan BUMN.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti mencatat kebutuhan investasi infrastruktur air hingga 2030 mencapai US$ 1,7 triliun atau sekitar Rp 26.380 triliun, dengan kebutuhan tahunan sekitar Rp 3.832 triliun mulai 2024.
“Untuk meningkatkan sistem perpipaan menjadi 30% dibutuhkan dana sekitar Rp 123 triliun. Ini berarti terbuka peluang investasi besar dalam sektor air di dalam negeri,” ujar Nani dalam konferensi pers virtual awal 2024.