Stocknesia, Jakarta – Indonesian Business Council (IBC) menyatakan optimisme bahwa kolaborasi bisnis lintas negara di kawasan Asia dan Afrika adalah langkah yang krusial dalam menghadapi dampak dari eskalasi ketegangan perdagangan global.
Arsjad Rasjid, Pengawas IBC, menekankan bahwa kedua kawasan tersebut menyimpan potensi ekonomi yang sangat signifikan, tercermin dari kontribusi besar mereka terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, kemitraan yang erat antara Asia dan Afrika berpotensi menyeimbangkan gejolak ekonomi dunia.

Baca Juga
“Indonesia perlu secara proaktif merespon tantangan perdagangan internasional dengan mendiversifikasi kemitraan ekonominya. Asia dan Afrika bukan sekadar pasar baru, melainkan mitra strategis yang esensial,” tegas Arsjad.
Menurut pandangan Arsjad, benua Afrika menawarkan prospek yang menjanjikan, termasuk bonus demografi yang substansial dan potensi energi terbarukan yang melimpah. Sementara itu, Asia telah lebih dulu mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengesankan melalui jalur perdagangan dan industrialisasi.
Arsjad menyerukan kepada pemerintah negara-negara di Asia dan Afrika untuk bersinergi menciptakan iklim kompetisi yang sehat, yang memungkinkan perekonomian global tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina semakin meningkat setelah Presiden Donald Trump memberlakukan tarif pembalasan terhadap berbagai barang dan komoditas impor dari sekitar 60 negara. Trump menaikkan tarif impor barang asal Cina hingga mencapai 145 persen. Sebagai respons, Cina memberlakukan tarif impor balasan hingga 125 persen.
Trump menjelaskan bahwa keputusannya untuk menaikkan tarif didorong oleh penilaiannya bahwa Cina kurang menghargai prinsip-prinsip pasar global. Menurut Trump, model perdagangan yang selama ini diterapkan oleh Cina tidak adil dan tidak dapat dibiarkan berlanjut. Dengan memberlakukan kebijakan tarif ini, Trump meyakini bahwa pemerintah Cina akan menyadari bahwa era ‘merampok’ Amerika Serikat dan negara-negara lain telah berakhir.
Selain Cina, Trump juga menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap berbagai produk asal Indonesia. Tarif ini diberlakukan dengan tujuan untuk menyeimbangkan defisit perdagangan yang dialami Amerika Serikat. Pemerintahan Donald Trump menilai bahwa Indonesia telah menerapkan kebijakan tarif dan non-tarif yang dianggap menghambat kepentingan Amerika Serikat.
Delegasi Indonesia, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, masih terus melakukan perundingan terkait tarif impor dengan pemerintah Amerika Serikat. Kedua negara telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan pembahasan isu kebijakan tarif resiprokal dalam kurun waktu 60 hari.
Ilona Estherina dan Riani Sanusi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Yang Sebenarnya di Balik Rencana Prabowo Menghapus Kuota Impor