Stocknesia – Pada sesi penutupan perdagangan hari Jumat (11/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penguatan yang moderat. Tercatat kenaikan sebesar 0,16 persen, atau setara dengan 9,849 poin, sehingga IHSG berada di level 6.263,873. Sebelumnya, di awal sesi perdagangan, IHSG sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 58,45 poin atau 0,93 persen, dan berada pada posisi 6.195,57.
Pergerakan bursa saham di kawasan Asia pada siang hari ini menunjukkan variasi. Indeks Nikkei mengalami penurunan tajam sebesar 947,37 poin atau 2,74 persen, sehingga berada di angka 33.661,63. Senada dengan itu, indeks Kuala Lumpur juga melemah sebesar 7,66 poin atau 0,52 persen, menjadi 1.455,40, dan indeks SET Thailand terkoreksi sebesar 2,60 poin atau 0,45 persen, mencapai 571,90. Berbeda dengan tren tersebut, SSE Composite Indeks justru mengalami penguatan sebesar 12,01 poin atau 0,37 persen, dan bertengger di posisi 3.235,64.

Baca Juga
Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, menyampaikan bahwa kekhawatiran pelaku pasar dipicu oleh meningkatnya tensi perdagangan setelah adanya pengumuman mengenai kenaikan tarif impor dari Tiongkok. Lebih lanjut, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menegaskan bahwa tarif terhadap produk-produk asal Tiongkok akan ditingkatkan secara signifikan menjadi total 145 persen.
Di Sela Kunjungan Presiden Prabowo, Indonesia-Turki Perkuat Perdagangan Pertahanan hingga Farmasi
Pihak Gedung Putih mengumumkan bahwa bea masuk umum sebesar 10 persen akan tetap diberlakukan untuk hampir seluruh impor yang masuk ke AS. Imbas dari situasi ini, pasar saham AS mengalami pelemahan pada perdagangan Kamis (10/10) waktu setempat.
Indeks Dow Jones Industrial Average mengalami penurunan sebesar 2,5 persen dan mencapai level 39.593,66. Demikian pula, indeks S&P 500 juga mengalami penurunan yang signifikan sebesar 3,5 persen menjadi 5.268,05, dan Nasdaq Composite merosot sebesar 4,3 persen ke angka 16.387,31.
”Penurunan tajam di pasar dipicu oleh pengumuman kenaikan tarif impor dari Tiongkok, yang kembali menghidupkan kekhawatiran tentang eskalasi ketegangan perdagangan dan potensi risiko resesi global,” jelas Asmoro kepada Jawa Pos.
Permintaan Emas Melonjak, Antam Gandeng Freeport Indonesia Untuk Jaga Ketersediaan Pasokan Logam Mulia
Perkembangan terkini ini mengikis sentimen positif yang sebelumnya ada, yang didorong oleh proyeksi inflasi AS yang lebih rendah. Inflasi AS untuk bulan Maret 2025 diperkirakan meningkat sebesar 2,4 persen secara tahunan, menurun dari angka 2,8 persen pada bulan Februari 2025.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 9,34 basis poin (bps) menjadi 4,42 persen. Meskipun demikian, sejak awal tahun, imbal hasil ini masih menunjukkan penurunan sebesar 11,4 bps.
Sebaliknya, pasar saham di Eropa justru mencatatkan penutupan yang positif. Indeks CAC 40 Prancis mengalami kenaikan sebesar 3,83 persen menjadi 7.126,02. Sementara itu, DAX Jerman juga naik sebesar 4,53 persen, seiring dengan respons positif dari para investor terhadap penangguhan selama 90 hari terkait pemberlakuan tarif balasan yang diumumkan oleh Presiden Trump.
Shiba Inu Drop 40% Sejak Januari, Tapi Tim Janji Luncurkan Inovasi Besar
Untuk nilai tukar rupiah, data dari Bloomberg Market Spot Rate menunjukkan adanya pelemahan sebesar 12 poin atau 0,071 persen, sehingga berada pada level Rp 16.812 per USD. Dengan demikian, nilai rupiah mengalami depresiasi sebesar 4,3 persen sejak awal tahun.
”Untuk hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) diperkirakan akan bergerak dalam rentang antara Rp 16.765 hingga Rp 16.896,” pungkas Andry Asmoro.