Stocknesia, Jakarta – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, yang akrab disapa Ara, menyampaikan rencana strategis untuk memperluas jangkauan program rumah subsidi. Fokusnya kali ini adalah menyasar para pekerja di sektor informal. “Saya sedang memikirkan cara-cara inovatif untuk memberikan akses lebih luas kepada wong cilik,” ujar Ara kepada awak media di Kementerian PKP, Gedung Wisma Mandiri 2, Jakarta, pada hari Rabu, 16 April 2025.
Saat ini, program rumah subsidi secara khusus telah menyasar 13 kelompok profesi. Daftar tersebut mencakup guru, tenaga kesehatan, anggota TNI AD, anggota Polri, pekerja migran, buruh, wartawan, nelayan, petani, pengemudi ojol, pekerja ekonomi kreatif, kader lapangan BKBBN, dan asisten rumah tangga. Ke depannya, Ara berencana untuk memasukkan pekerja informal seperti pedagang bakso keliling atau penjual sayuran di pasar.

Baca Juga
“Rakyat, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan akses perbankan, meskipun prosesnya mungkin lebih kompleks. Keadilan harus ditegakkan untuk semua,” tegasnya.
Politikus dari Partai Gerindra ini menegaskan bahwa pemilihan profesi sebagai target program rumah subsidi didasari oleh diskusi yang mendalam dan komprehensif. Ia juga menekankan bahwa segmentasi ini tidak bertujuan untuk mendiskriminasi profesi lain yang belum terakomodasi. Menurut Ara, penambahan kuota program rumah subsidi akan diupayakan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Kami telah mempertimbangkan berbagai aspek dengan matang. Tahap pertama ini baru 220 ribu unit FLLP, dan masih ada alokasi 220 ribu unit berikutnya. Mohon doanya agar semua berjalan lancar,” harap Ara.
Program penyaluran rumah subsidi yang berfokus pada segmentasi profesi ini menuai kritik dari pengamat properti dari AS Property Advisory, Anton Sitorus. Menurutnya, pemerintah idealnya memprioritaskan penyaluran rumah subsidi kepada siapapun yang paling membutuhkan dan paling layak dibantu. Artinya, penentuan prioritas penerima seharusnya tidak hanya didasarkan pada klasifikasi profesi.
“Program yang ditujukan untuk masyarakat luas seharusnya bersifat universal. Tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan jenis pekerjaan (regardless occupation),” kata Anton kepada Tempo, Rabu, 16 April 2025.
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI), Reno Esnir. Bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), PFI secara tegas menolak program rumah subsidi yang dikhususkan untuk jurnalis. Reno berpendapat bahwa subsidi rumah seharusnya tidak diberikan berdasarkan profesi tertentu.
“Seharusnya, program ini ditujukan untuk warga yang benar-benar membutuhkan, dengan kriteria penghasilan tertentu, tanpa memandang apa profesinya,” jelas Reno melalui keterangan resmi pada Selasa, 15 April 2025.
Reno menekankan bahwa PFI menolak program ini karena masih banyak masyarakat dari berbagai latar belakang profesi yang lebih membutuhkan program rumah subsidi melalui jalur reguler. Selain itu, adanya jalur khusus untuk jurnalis berpotensi menciptakan citra yang kurang baik bagi profesi tersebut.
Sejalan dengan Reno, Ketua Umum AJI, Nany Afrida, mengakui bahwa jurnalis – sebagai warga negara – memang membutuhkan tempat tinggal yang layak. Namun, ia mengingatkan bahwa kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan universal yang juga dirasakan oleh semua profesi. Oleh karena itu, persyaratan kredit rumah seharusnya berlaku sama untuk semua warga negara, tanpa membeda-bedakan berdasarkan profesi.
Jika pemerintah benar-benar ingin meningkatkan kesejahteraan jurnalis, menurut Nany, fokus utama seharusnya adalah memastikan perusahaan media mematuhi Undang-Undang Tenaga Kerja. Hal ini mencakup pemastian upah minimum yang layak bagi jurnalis, perbaikan ekosistem media secara keseluruhan, dan penghormatan terhadap hak-hak pekerja jurnalis. “Jika upah jurnalis sudah memadai, maka pengajuan kredit rumah akan jauh lebih mudah dipenuhi,” pungkas Nany.
Pilihan Editor: Segini Batas Maksimal Penghasilan Penerima Rumah Subsidi di Jabodetabek