Jakarta, IDN Times – Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), menyarankan agar Pemerintah Indonesia tidak meniru langkah yang diambil oleh Tiongkok dalam merespons kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) kala itu, Donald Trump, yakni dengan menaikkan tarif bea masuk atau impor.
Menurut pandangan JK, strategi terbaik yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan mengedepankan negosiasi. Dengan demikian, Indonesia dapat menghindari terjebak dalam pusaran perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif, seperti yang sedang berlangsung antara AS dan Tiongkok.
“Menurut saya, kita tidak perlu melakukan pembalasan serupa. Cukup dengan melakukan negosiasi yang konstruktif. Mengingat, ekspor kita ke AS hanya menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor,” ujar JK dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Sabtu (5/3/2025).

Baca Juga
1. Dampak Kebijakan Tarif Trump Relatif Terbatas bagi Indonesia
Trump, pada saat itu, menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap barang-barang asal Indonesia yang diekspor ke AS. JK berpendapat bahwa angka ini tidak akan memberikan dampak signifikan, mengingat nilai ekspor Indonesia ke AS masih relatif kecil.
Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai 26,31 miliar dolar AS sepanjang tahun 2024. Neraca perdagangan antara Indonesia dan AS mencatatkan surplus sebesar 14,34 dolar AS.
Menurut JK, angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan Tiongkok. Indonesia lebih banyak mengimpor bahan mentah, berbeda dengan Tiongkok yang mayoritas mengimpor barang jadi atau barang dengan nilai tambah.
“Dengan nilai ekspor hanya 26 miliar dolar AS dibandingkan dengan triliunan impor yang dilakukan oleh Tiongkok, dampaknya tidak akan terlalu besar bagi kita,” kata JK.
Rachmat Gobel: Kebijakan Tarif Trump Berdampak Besar bagi RI
Rachmat Gobel: Kebijakan Tarif Trump Berdampak Besar bagi RI
2. Kebijakan Trump Lebih Didorong oleh Tensi Politik
JK menjelaskan bahwa umumnya, tarif impor atau bea masuk dikenakan berdasarkan komoditas tertentu. Namun, Trump memberlakukan tarif kepada negara-negara yang mencatatkan surplus perdagangan dengan AS. Oleh karena itu, JK berpendapat bahwa kebijakan Trump lebih didasari oleh unsur politik.
“Biasanya, tarif impor dikenakan berdasarkan jenis komoditas. Misalnya, tarif untuk baja sekian persen, atau tarif untuk mobil sekian persen. Ini adalah praktik yang umum dilakukan oleh negara-negara. Jadi, kebijakan Trump ini lebih bernuansa politis, karena sasarannya adalah negara, bukan komoditas. Jelas sekali bahwa kebijakan ini memiliki sifat emosional atau mengandung unsur politik yang kuat terhadap negara tertentu,” jelas JK.
3. Pemerintah Perlu Memverifikasi Tarif Impor yang Dikenakan kepada AS
Selain mengusulkan negosiasi, JK juga menyarankan agar pemerintah melakukan klarifikasi kepada AS mengenai biaya-biaya yang dikenakan pada produk-produk AS yang masuk ke Indonesia. Diharapkan, langkah ini dapat memengaruhi kebijakan Trump terhadap Indonesia.
“Kita dikenakan tarif 32 persen. Pertanyaannya, apakah benar kita mengenakan pajak atau beban sebesar 64 persen pada barang-barang Amerika yang masuk ke Indonesia? Dari mana angka 64 persen itu berasal? Jadi, tugas kita adalah untuk mengklarifikasi hal ini. Saya kira, karena kebijakan ini lebih bersifat politis, maka efek tekanannya akan lebih besar,” pungkas JK.
Panasonic Gobel Ikut Terdampak Kebijakan Resiprokal Trump
Panasonic Gobel Ikut Terdampak Kebijakan Resiprokal Trump