Stocknesia, JAKARTA — Tahun 2025 menghadirkan tantangan tersendiri bagi prospek penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO), terutama dengan eskalasi tensi dalam perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China.
Menurut Capital Market Analyst PT Bahana TCW Investment Management, Faradilla Meyriska, ketidakpastian global ini mendorong para investor untuk lebih memilih instrumen investasi yang dianggap lebih aman atau dengan kata lain, menerapkan strategi risk off.

Baca Juga
“Kami melihat bahwa prospek IPO mungkin akan menghadapi sedikit kendala [di tahun 2025 ini], mengingat preferensi investor saat ini cenderung mengarah pada strategi risk off,” jelasnya saat diwawancarai Bisnis di Gedung Wisma Bisnis Indonesia, pada hari Rabu, 16 April 2025.
: 13 Emiten Baru Raih Dana Segar Rp6,93 Triliun dari IPO, Siapa Saja Mereka?
Lebih lanjut, Faradilla menjelaskan bahwa kecenderungan investor saat ini adalah memilih aset-aset yang lebih aman (risk off), seperti deposito, instrumen pasar uang, atau surat utang.
Dia menambahkan, minat investor terhadap IPO diperkirakan akan mengalami penurunan. Investor cenderung akan lebih fokus pada saham-saham perusahaan yang sudah mapan di pasar.
: : Strategi Fleksibel Chandra Asri (TPIA) Menjelang IPO Anak Perusahaan
“Hal ini didasari oleh rekam jejak perusahaan tersebut dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti krisis Covid-19 yang terjadi belum lama ini, sekitar 5 tahun yang lalu,” ungkapnya.
Faradilla berpendapat bahwa perang dagang global yang sedang berlangsung menciptakan ketidakpastian yang signifikan dan menekan pasar, sehingga mengharuskan semua pihak untuk mengevaluasi ulang proyeksi mereka.
: : Medela Potentia (MDLA) Siapkan Rencana Ekspansi Agresif Pasca-IPO
Dia menyoroti bahwa belum adanya kesepakatan terkait tarif dagang membuka kemungkinan skenario di mana tarif tersebut tetap berlaku, meskipun tidak setinggi saat ini.
“Situasi ini tentu akan berdampak pada struktur perekonomian, khususnya di Indonesia,” imbuhnya.
Menurutnya, perang dagang ini juga menjadi ujian bagi setiap negara untuk meninjau kembali struktur perekonomian masing-masing.
Sebagai informasi, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat 32 calon emiten yang masuk dalam daftar atau pipeline IPO hingga 10 April 2025.
“Dari total 32 calon perusahaan tercatat tersebut, 12 perusahaan memiliki aset dengan skala besar, yaitu di atas Rp250 miliar,” terangnya.
Dia melanjutkan, ada 17 perusahaan dengan skala menengah, yang memiliki nilai aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, yang sedang mengantre untuk melakukan IPO. Sementara itu, terdapat 3 perusahaan dengan aset skala kecil, atau di bawah Rp50 miliar.
Nyoman juga menambahkan bahwa dari 32 calon perusahaan tercatat dalam pipeline IPO, sektor *consumer non-cyclicals* menjadi sektor yang paling banyak diwakili, dengan 7 calon perusahaan tercatat berasal dari sektor ini.
Selain itu, terdapat 1 perusahaan dari sektor *basic materials*, 4 perusahaan dari sektor *consumer cyclicals*, 3 perusahaan dari sektor energi, dan 3 perusahaan dari sektor finansial.
Kemudian, ada 5 perusahaan dari sektor *healthcare*, 4 perusahaan dari sektor *industrials*, 1 perusahaan dari sektor *infrastructures*, 1 perusahaan dari sektor teknologi, dan 3 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik. Tidak ada perusahaan dari sektor properti dan *real estate* yang tercatat.
________
Disclaimer: berita ini bersifat informatif dan tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian maupun keuntungan yang mungkin timbul akibat keputusan investasi pembaca.