Stocknesia – JAKARTA. Center for Market Education (CME) menekankan perlunya pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan investasi asing langsung (FDI) yang berfokus pada pencarian efisiensi pasar atau market efficiency-seeking, daripada sekadar berorientasi pada pencarian pasar atau market-seeking.
Alvin Desfiandi, Chief Economist CME sekaligus Akademisi Universitas Prasetiya Mulya, menyampaikan bahwa di tengah gejolak global yang dipicu oleh perang tarif yang berkelanjutan, pemerintah Indonesia perlu bersikap proaktif dalam menarik investasi.

Baca Juga
Ia berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mendorong masuknya investasi asing langsung (FDI) agar lebih terbuka, efisien, dan inklusif bagi para investor.
Risiko Investasi Naik, Outflow Dana Asing Bayangi Pasar Keuangan Indonesia
“Penting untuk tidak hanya berfokus pada tujuan jangka panjang, tetapi juga pada capaian jangka pendek yang dapat diraih melalui deregulasi yang tepat sasaran,” jelasnya dalam sebuah paparan pada hari Rabu (16/4).
Saat ini, kontribusi FDI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih berada di bawah 2%, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam yang telah mencapai 4%–5%. Menurut Alvin, sebagian besar FDI yang masuk ke Indonesia masih bersifat market-seeking.
Indonesia Jadi Pusat Investasi Baru bagi Produsen Mobil Listrik Asing
Alvin menjelaskan bahwa investasi market seeking cenderung menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat upah yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi efficiency-seeking, yang berorientasi pada efisiensi biaya dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
“Guna memperkaya ekosistem investasi dan membuka lebih banyak peluang, kebijakan yang lebih inklusif, termasuk meninjau kembali persyaratan modal minimum, perlu dipertimbangkan secara serius,” ungkapnya.
ASEAN saat ini muncul sebagai kawasan tujuan investasi global terbesar pasca pandemi COVID-19. Sementara arus investasi dunia mengalami penurunan drastis, turun 33% dari US$ 2 triliun pada tahun 2015 menjadi US$ 1,3 triliun pada tahun 2023, ASEAN justru mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 92% dari US$ 120 miliar di tahun 2015 menjadi US$ 230 miliar pada tahun 2024.