JAKARTA, KOMPAS.com – Pada bulan Maret 2025, Indeks Harga Konsumen (IHK) menunjukkan adanya peningkatan harga dibandingkan bulan Februari. Dengan kata lain, terjadi inflasi.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa IHK pada Maret 2025 mencatat inflasi sebesar 1,65 persen secara *month-to-month* (mtm). Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, IHK mengalami inflasi sebesar 1,03 persen (*year-on-year* atau yoy).

Baca Juga
Guna menjaga stabilitas harga, Bank Indonesia (BI) menyatakan komitmennya untuk terus bersinergi dengan Pemerintah (baik di tingkat Pusat maupun Daerah) melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). Upaya ini akan diwujudkan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang akan dilaksanakan di berbagai wilayah.
Baca juga: BPS: Inflasi Maret Tembus 1,65 Persen, Tarif Listrik dan Bawang Merah Paling Andil
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, Bank Indonesia optimis bahwa inflasi akan tetap berada dalam kisaran target 2,5±1 persen pada tahun 2025.
“Inflasi inti tetap menunjukkan kondisi yang terjaga rendah,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip pada hari Rabu (9/4/2025).
Beliau menambahkan bahwa inflasi inti pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,24 persen secara bulanan (mtm), relatif stabil jika dibandingkan dengan angka bulan sebelumnya yang sebesar 0,25 persen (mtm).
Lebih lanjut, Denny menjelaskan bahwa perkembangan inflasi inti ini dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas global serta peningkatan permintaan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri.
“Kondisi ini terjadi di tengah ekspektasi inflasi yang tetap terkendali,” imbuhnya.
Baca juga: Inflasi Maret 2025 1,65 Persen, Pemicunya Beras hingga Cabai Rawit
Realisasi inflasi inti pada Maret 2025, kata Denny, terutama didorong oleh inflasi pada komoditas emas perhiasan.
Secara tahunan, inflasi inti Maret 2025 tercatat stabil sebesar 2,48 persen (yoy), sama dengan angka inflasi pada bulan sebelumnya.
Selain inflasi inti, kelompok *volatile food* atau makanan bergejolak juga mengalami inflasi.
Pada Maret 2025, kelompok *volatile food* mencatat inflasi sebesar 1,96 persen secara bulanan (mtm). Angka ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,93 persen (mtm).
Inflasi pada kelompok *volatile food* terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, cabai rawit, dan daging ayam ras. Kenaikan harga bawang merah dan cabai rawit dipengaruhi oleh terbatasnya produksi akibat kondisi cuaca yang kurang mendukung.
Baca juga: Inflasi Maret 2025 1,65 Persen, Pemicunya Beras hingga Cabai Rawit
Sementara itu, kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan selama periode menjelang HBKN Idulfitri.
Secara tahunan, kelompok *volatile food* mengalami inflasi sebesar 0,37 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,56 persen (yoy).
Bank Indonesia memperkirakan bahwa inflasi *volatile food* akan tetap terkendali berkat sinergi yang kuat antara Bank Indonesia, TPIP, dan TPID melalui GNPIP di berbagai daerah.
Selanjutnya, kelompok *administered prices* atau harga yang diatur pemerintah juga mengalami inflasi. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 6,53 persen secara bulanan (mtm) pada Maret 2025, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 2,65 persen (mtm).
Peningkatan inflasi pada kelompok *administered prices* terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, seiring dengan berakhirnya kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya terpasang hingga 2.200 VA.
Kenaikan inflasi pada *administered prices* sebagian tertahan oleh deflasi pada komoditas angkutan udara, yang disebabkan oleh implementasi diskon harga tiket penerbangan berjadwal domestik kelas ekonomi selama periode HBKN Idul Fitri.
Secara tahunan, kelompok *administered prices* mencatat deflasi sebesar 3,16 persen (yoy), tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya yang sebesar 9,02 persen (yoy).