JAKARTA, KOMPAS.com – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan cenderung terbatas dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan oleh dinamika yang terjadi di pasar global dan berbagai tantangan yang dihadapi di dalam negeri.
Menurut Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, IHSG berpotensi tertahan di area 6.500. Namun, ia meyakini bahwa IHSG masih memiliki kesempatan untuk stabil apabila ada dukungan melalui intervensi yang tepat.

Baca Juga
“Kemungkinan (IHSG) akan berada di kisaran 6.000–6.500, atau bahkan mencapai 6.600. Fluktuasi saat ini sangat tinggi sehingga sulit diprediksi. Kami berharap dengan adanya intervensi, IHSG tidak akan turun di bawah 6.500,” kata Rully saat acara Media Day Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, seperti yang dilansir dari Antara pada hari Kamis.
Rully menjelaskan bahwa sentimen negatif terhadap pasar saat ini sebagian besar berasal dari ketidakpastian global yang meningkat. Faktor-faktor seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta berlanjutnya aliran modal asing keluar dari pasar domestik, turut mempengaruhi.
Baca juga: IHSG Hari Ini Bakal Melemah Imbas Tarif Trump ke China Jadi 245 Persen?
Selain itu, dari dalam negeri, tantangan muncul dari penurunan daya beli masyarakat dan tingkat kepercayaan konsumen. Hal ini tercermin dalam data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus menunjukkan penurunan.
Data dari survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa IKK pada bulan Maret 2025 berada di angka 121,1, mengalami penurunan dari 126,4 pada bulan Februari. Penurunan ini telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut, dan menjadi level terendah sejak bulan November 2024.
Umumnya, periode Ramadhan dan Lebaran memberikan dorongan positif bagi sektor konsumsi dan ritel. Akan tetapi, tren ini belum terlihat signifikan pada tahun ini.
“Seharusnya kuartal I lebih baik, tetapi kenyataannya tidak demikian. Saya khawatir jika kuartal I yang meliputi Lebaran saja sudah kurang baik, bagaimana dengan kuartal-kuartal berikutnya? Kondisi ini kurang menguntungkan, khususnya bagi emiten di sektor konsumen dan ritel,” jelas Rully.
Baca juga: Menganalisis Keterkaitan Inflasi, Indeks Keyakinan Konsumen dan IHSG
Sektor komoditas, yang biasanya menjadi andalan pasar, juga menghadapi tekanan. Harga batu bara, kelapa sawit, dan nikel menunjukkan tren penurunan.
Di tengah berbagai tantangan ini, emas menjadi satu-satunya komoditas yang mengalami penguatan signifikan, baik sebagai aset fisik maupun sebagai instrumen investasi.
“Kami melihat bahwa sepanjang tahun 2025 ini masih ada peluang, dengan tren harga emas yang diperkirakan tetap tinggi. Bahkan, menurut perkiraan, harga emas bisa mencapai antara 3.500 hingga 4.000 dolar AS per troy ounce,” ujar Rully.
Salah satu emiten yang mencatatkan kinerja positif sejalan dengan kenaikan harga emas adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yang bergerak di bidang pertambangan emas.
Baca juga: Tips Investasi dari Warren Buffett saat Pasar Saham Bergejolak
Walaupun menghadapi berbagai rintangan, pasar saham Indonesia tetap memiliki potensi. Terutama jika sentimen global mulai membaik dan daya beli masyarakat kembali meningkat.
Dengan implementasi langkah-langkah strategis dan kebijakan yang tepat sasaran, stabilitas IHSG di level 6.500 dapat menjadi landasan yang kuat untuk pemulihan di masa depan.