Stocknesia – Perdagangan komoditas global diwarnai aksi jual signifikan. Harga minyak mentah terjun bebas ke titik nadir dalam empat tahun terakhir, diperdagangkan di bawah ambang batas US$60 per barel pada hari Rabu, 9 April lalu. Tak hanya minyak, sejumlah komoditas lainnya, termasuk kopi, turut mengalami pelemahan tajam seiring dengan meningkatnya tensi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China.
Sebagai respons terhadap kebijakan AS, pemerintah Beijing mengumumkan pemberlakuan tarif balasan terhadap sejumlah produk impor asal AS.

Baca Juga
Uni Eropa Resmi Balas Tarif AS, Berlakukan Bea 25% Mulai 15 April
Kondisi ini memicu koreksi di pasar saham Asia dan Eropa. Bursa saham AS pun dibuka dengan sedikit penurunan setelah AS memberlakukan tarif tinggi, termasuk bea masuk sebesar 104% untuk beberapa produk asal China. Langkah-langkah proteksionis ini memicu kekhawatiran serius akan potensi terjadinya resesi global.
Tak tinggal diam, China mengumumkan rencana pemberlakuan tarif sebesar 84% terhadap produk-produk AS, yang akan dimulai pada hari Kamis, 10 April. Angka ini meningkat tajam dari tarif sebelumnya yang diumumkan sebesar 34%.
Komisi Eropa juga menegaskan komitmennya untuk melanjutkan gelombang pertama tindakan balasan terhadap tarif baja dan aluminium yang diberlakukan oleh AS. Tindakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 15 April.
Akibat sentimen negatif ini, harga minyak dunia mengalami penurunan tajam, mencapai titik terendah sejak tahun 2021. Harga minyak Brent sempat menyentuh level di bawah US$60 per barel.
Saham Perusahaan Teknologi Topang Wall Street di Tengah Perang Tarif AS-China
“Kombinasi antara kekhawatiran terhadap melemahnya permintaan global dan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi lebih cepat dari perkiraan menciptakan situasi yang berbahaya, memicu kekhawatiran akan kelebihan pasokan,” jelas analis SEB, Ole R. Hvalbye.
Harga minyak Brent tercatat turun US$2,47 atau setara dengan 4,8%, menjadi US$59,81 per barel pada pukul 14.43 GMT.
Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami pelemahan sebesar 4,1%, berada di level US$57,12 per barel.
Sejak pengumuman tarif tambahan oleh Presiden Trump pada tanggal 2 April, harga minyak telah kehilangan hampir 20% nilainya—menandai penurunan lima hari terbesar sejak bulan Maret 2022.
Merespons situasi ini, analis Morgan Stanley memangkas proyeksi harga Brent sebesar $5, menjadi $65 per barel untuk kuartal kedua, dan $62,50 untuk kuartal ketiga dan keempat.
Harga Minyak Dunia Ambruk hingga 7% Rabu (9/4), Imbas Aksi Balasan Tarif China ke AS
Kopi dan Gas
Selain minyak, harga komoditas kopi dan kakao di pasar global juga mengalami penurunan signifikan, mencapai level terendah dalam beberapa bulan terakhir.
“Pasar *bullish* (naik) di komoditas kopi tampaknya telah berakhir, kecuali muncul katalis fundamental baru seperti cuaca ekstrem. Pemberitaan mengenai tarif akan terus mendominasi sentimen pasar,” ungkap broker dan konsultan Michael J. Nugent.
Harga kopi robusta dan arabika di bursa ICE masing-masing mengalami penurunan hingga mencapai titik terendah dalam lebih dari empat bulan terakhir.
Sementara itu, harga kakao di bursa London dan New York juga menyentuh posisi terendah dalam lima bulan. Komoditas lunak lainnya, seperti gula mentah dan gula putih, juga mengalami penurunan hingga mencapai level terendah dalam satu bulan terakhir.
Harga Emas Spot Naik Lebih dari 2% Rabu (9/4), Imbas Memanasnya Perang Tarif
Harga tembaga pun turut merasakan dampak negatifnya, dengan kontrak berjangka di China turun ke posisi terendah dalam delapan bulan terakhir.
Harga tembaga tiga bulan di London Metal Exchange (LME) sempat mengalami penurunan sebelum kemudian pulih dan diperdagangkan 0,2% lebih rendah di US$8.643 per ton pada pukul 13.58 GMT.
Harga tembaga LME telah mengalami penurunan signifikan sebesar 20% sejak mencapai level tertinggi dalam sembilan bulan pada tanggal 26 Maret lalu di US$10.164,50.
Di pasar gas Eropa, kontrak acuan Belanda untuk bulan depan mengalami penurunan hampir 5% menjadi 33,87 euro per megawatt-jam atau setara dengan US$10,96 per juta British thermal unit, berdasarkan data dari LSEG.
Namun demikian, tidak semua pasar komoditas mengalami tekanan. Harga emas mengalami kenaikan sekitar 3% karena investor mencari aset yang lebih aman di tengah gejolak pasar. Harga perak juga menguat sekitar 1,7%.
Sementara itu, harga kedelai di Chicago menguat untuk hari ketiga berturut-turut, pulih dari level terendah empat bulan yang sempat dicapai pada awal pekan ini. Penguatan ini didukung oleh kenaikan harga di Brasil dan pelemahan nilai tukar dolar AS.