Bisnis.com, JAKARTA – Dua perusahaan investasi global, Goldman Sachs Group Inc. dan Morgan Stanley menurunkan peringkat pasar saham Indonesia yang mencerminkan pesimisme di masa depan. Bagaimana kemudian prospek indeks harga saham gabungan (IHSG) ke depan?
Terbaru, Goldman Sachs menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight. Bank investasi asal AS itu juga menurunkan peringkat surat obligasi negara bertenor 10 tahun sampai 20 tahun menjadi netral, setelah sebelumnya obligasi tersebut merupakan yang paling disukai pasar.

Baca Juga
Penurunan peringkat atas saham dan obligasi Indonesia dilakukan Goldman Sachs setelah bank investasi itu menaikkan perkiraan defisit fiskal untuk Indonesia pada 2025 menjadi 2,9% dari produk domestik bruto (PDB), sebelumnya defisit fiskal diproyeksikan 2,5% dari PDB.
Goldman Sachs menilai pasar saham Indonesia mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir didorong oleh sejumlah faktor. Terdapat kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global dan melemahnya ekonomi domestik yang telah membuat investor lari dari pasar.
Baca Juga : Modal Asing Terus Keluar dari Pasar Saham RI, Selera Investor Memburuk?
Terdapat pula kekhawatiran atas ekonomi domestik setelah Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan serangkaian langkah seperti realokasi anggaran, pembentukan sovereign wealth fund (SWF) baru RI, Daya Anagata Nusantara (Danantara), hingga perluasan kebijakan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sederet langkah itu dinilai dapat memperburuk defisit.
Belum rilisnya laporan APBN periode Januari 2025 juga telah membuat para investor mempertanyakan keadaan keuangan pemerintah setelah langkah kebijakan yang diambil oleh Prabowo.
Pada akhir bulan lalu, Morgan Stanley sudah lebih dulu memangkas peringkat saham Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia dari equal weight menjadi underweight dalam riset terbarunya.
Dalam laporannya, imbal hasil atau return on equity (ROE) Indonesia menunjukkan momentum penurunan, terutama karena memburuknya lingkungan pertumbuhan bagi sektor cyclical domestik.
Seiring dengan penurunan peringkat pasar saham oleh Goldman Sachs serta Morgan Stanley, IHSG sendiri saat ini masih berkinerja lesu. IHSG turun 0,57% ke level 6.598,21 pada perdagangan hari ini, Senin (10/3/2025). IHSG juga melorot 6,8% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.
Pasar saham Indonesia juga masih mencatatkan larinya dana asing dengan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp23,19 triliun
Investment Analyst PT Capital Asset Management Martin Aditya mengatakan penurunan peringkat pasar saham Indonesia, termasuk juga pasar obligasi didorong karena kekhawatiran defisit fiskal yang semakin melebar. Sepanjang 2024, defisit fiskal mencapai Rp507,8 triliun setara dengan 2,29% dari PDB dan lebih besar dibandingkan 2023 sebesar 1,65% dari PDB.
Kemudian belakangan ini terlalu banyak kasus tata kelola yang cukup berantakan di jajaran pemerintahan maupun di BUMN. Selain itu nilai tukar rupiah juga cukup masih melemah masih di atas level Rp16.000 per dolar AS. Padahal indeks dolar AS sudah melemah cukup dalam.
“Untuk pasar saham maupun obligasi pemerintah ke depan tampaknya masih akan mengalami pelemahan, sehingga masih cukup berjuang seiring dengan timbulnya perang dagang global yang semakin memanas yang pada akhirnya memengaruhi nilai tukar,” katanya kepada Bisnis pada Senin (10/3/2025).
Ke depan, IHSG bisa menguat didorong oleh sejumlah kondisi. “Momen penurunan suku bunga menjadi kunci dan berbagai stimulus yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” ujar Martin.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan penurunan peringkat pasar saham Indonesia oleh perusahaan investasi global dipengaruhi oleh dinamika perkembangan makroekonomi domestik.
Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan Indeks Harga Konsumen atau IHK pada Februari 2025 mencatatkan deflasi secara tahunan untuk pertama kalinya dalam 25 tahun atau sejak Maret 2000.
“Kondisi [deflasi] ini didorong oleh penurunan daya beli. Sudah disadari karena sejak Covid-19 tingkat kelas menengah menurun. Akibat dinamika Covid-19 beralih ke kebijakan suku bunga tinggi, itu menyebabkan penurunan ekonomi kelas menengah,” ujar Nafan kepada Bisnis pada Senin (10/5/2025).
Adapun, kondisi makro ekonomi domestik yang lemah menurut Nafan mendorong kinerja emiten-emiten menjadi underwealming dan membuat IHSG terdepresasi.
Baca Juga : Investor Asing Kabur dari Pasar Saham RI, Ketidakpastian & Danantara jadi Sorotan
Akan tetapi, menurutnya IHSG bisa bangkit sering dengan upaya pemerintah yang berkomitmen mendorong ekonomi domestik tumbuh. “Pertumbuhan ekonomi juga masih diproyeksikan stabil,” tutur Nafan.
Dalam skenario optimistis, Nafan memproyeksikan IHSG mampu mencapai level 7.709. Sementara, level resistance terdekat IHSG diproyeksikan berada di level 6.808 dan level support 6.426.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.