Stocknesia JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mencatatkan penurunan cadangan devisa sebesar Rp76,72 triliun pada bulan April 2025. Penurunan ini terjadi di tengah upaya intensif untuk menstabilkan nilai tukar rupiah melalui serangkaian intervensi di pasar valuta asing.
Setelah penurunan tersebut, cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia kini berada di angka US$152,5 miliar.

Baca Juga
Hosianna Evalita Situmorang, seorang ekonom dari PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), berpendapat bahwa posisi cadangan devisa sebesar US$152,5 miliar masih merupakan level yang aman dan memadai bagi BI untuk melakukan intervensi di pasar keuangan guna menjaga stabilitas rupiah.
: BI Jelaskan Minat Investor Asing di Pasar Keuangan RI
“Menurut perkiraan kami, kemampuan BI untuk melakukan intervensi ke depannya masih cukup solid,” ungkapnya kepada Bisnis pada hari Kamis, 8 Mei 2025.
Penurunan cadangan devisa ini merupakan konsekuensi dari tindakan stabilisasi nilai tukar yang dilakukan BI melalui intervensi pasar. Intervensi tersebut dilakukan baik di pasar luar negeri melalui instrumen Non-Deliverable Forward (NDF), maupun di pasar domestik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Selain itu, BI juga aktif melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
: : Jadwal Rapat FOMC The Fed pada 2025, Tentukan Suku Bunga Acuan dan Arah Dolar
Sejalan dengan pandangan Hosianna, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), Andry Asmoro, menyatakan bahwa BI masih memiliki kemampuan intervensi yang memadai. Menurutnya, meskipun terjadi penurunan cadangan devisa sebesar US$4,6 miliar atau setara dengan Rp76,72 triliun, BI masih memiliki “amunisi” yang cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Penurunan cadangan devisa ini tercatat sebagai penurunan terdalam sejak bulan Mei 2023. Pada saat itu, BI menggunakan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta untuk melakukan stabilisasi pasar valuta asing.
: : Rantai Bisnis Halal jadi Peluang Bisnis Asuransi Syariah Raih Cuan
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), David Sumual, menilai bahwa kemampuan BI masih cukup baik. Hal ini didukung oleh posisi cadangan devisa saat ini yang setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi ini juga berada di atas standar kecukupan internasional, yaitu sekitar 3 bulan impor.
Kinerja DHE SDA
Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), yang diharapkan menjadi salah satu sumber pasokan cadangan devisa, dinilai telah memberikan kontribusi positif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah.
Namun, menurut Asmo, tekanan terhadap rupiah yang cukup besar pada bulan April lalu membutuhkan intervensi yang lebih besar, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan cadangan devisa.
“DHE memang membantu, tetapi tekanan pelemahan yang terjadi pada bulan April lalu cukup besar. Inilah yang pada akhirnya memangkas cadangan devisa,” jelasnya.
Untuk melihat dampak yang lebih signifikan dari peran DHE SDA—mengingat aturan terbaru kebijakan ini baru mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2025—Ekonom Bank Danamon, Hosianna, menyampaikan bahwa dibutuhkan waktu yang lebih panjang agar kebijakan ini dapat memberikan dukungan yang lebih kuat terhadap kestabilan nilai tukar rupiah.
Sementara itu, David berharap agar DHE SDA dapat secara optimal masuk ke dalam cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. David juga mengkhawatirkan apabila devisa yang sudah masuk dalam bentuk rupiah, dikonversi kembali ke mata uang asing.
“Namun, sentimen pasar saat ini sedang positif, sehingga sebagian [devisa] juga dikonversi ke rupiah. Hal ini turut mendorong penguatan nilai tukar rupiah yang kita lihat saat ini,” pungkasnya.