Stocknesia – JAKARTA. Pasar aset kripto menunjukkan sinyal positif dalam sepekan terakhir. Harga Bitcoin (BTC), yang sempat mengalami koreksi hingga menyentuh level US$ 75.000, kini telah pulih dan kembali diperdagangkan di kisaran US$ 85.000 sejak hari Sabtu (12/4). Analis memprediksi potensi pergerakan harga masih terbuka hingga mencapai level US$ 95.000.
Berdasarkan data Trading Economics, pada hari Selasa (15/4) pukul 20.00 WIB, harga BTC tercatat berada di level US$ 85.486, mengalami kenaikan sebesar 1,12% dalam satu hari. Secara akumulatif, dalam kurun waktu satu bulan terakhir, harga Bitcoin telah meningkat sebesar 3,55%.

Baca Juga
Sentimen positif yang mendorong pergerakan harga ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah kebijakan pelonggaran tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara yang tidak memberlakukan tarif balasan, serta data inflasi CPI (Consumer Price Index) bulan Maret yang menunjukkan hasil lebih baik dari perkiraan.
Rebound Bitcoin Tersendat, Masih Kuat Menanjak atau Rawan Jatuh?
Kendati demikian, sentimen-sentimen tersebut belum sepenuhnya mampu mendorong kelanjutan reli harga. Analis dari Reku, Fahmi Almuttaqin, menjelaskan bahwa Bitcoin saat ini masih berupaya menembus garis tren sideways dalam jangka waktu mingguan. Apabila upaya ini berhasil, potensi kenaikan harga hingga mencapai level US$ 95.000 sangat mungkin terjadi.
“Namun demikian, potensi penurunan harga dari level saat ini hingga menyentuh area US$ 74.000 juga cukup besar. Data penjualan ritel Amerika Serikat yang akan dirilis pada tanggal 16 April menjadi salah satu faktor penting yang diantisipasi oleh para investor,” ungkap Fahmi dalam keterangan tertulisnya pada hari Selasa (15/4).
Fahmi menambahkan bahwa data penjualan ritel tersebut akan memberikan gambaran mengenai tingkat kepercayaan konsumen Amerika Serikat terhadap perkembangan kebijakan ekonomi dan outlook di masa depan. Hal ini juga dapat memberikan indikasi mengenai risiko resesi dan inflasi yang saat ini membayangi perekonomian.
Harga Bitcoin Diprediksi Masih Mampu Tembus US$1,8 Juta Meski Peminat Berkurang
Selain itu, Fahmi juga menyoroti pentingnya data uang beredar M2 yang akan dirilis pada tanggal 22 April mendatang sebagai variabel yang perlu dicermati oleh investor. Data M2 untuk bulan Februari diketahui berada di angka US$ 21,671 miliar, yang merupakan salah satu angka tertinggi sepanjang sejarah.
“Peningkatan suplai uang beredar secara berkelanjutan berpotensi mendorong pertumbuhan aset-aset berisiko, terutama ketika situasi ekonomi dirasa lebih kondusif,” jelas Fahmi.
Lebih lanjut, sentimen yang mempengaruhi pasar kripto juga datang dari indeks kekuatan dolar AS (DXY). DXY telah mencapai level terendahnya sejak April 2022, yaitu di kisaran 99 sejak hari Minggu (13/4) lalu.
Kondisi ini berpotensi mendorong investor untuk mencari aset alternatif seperti Bitcoin dan altcoin yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar yang solid. Secara historis, kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2017.
Menghadapi situasi pasar yang dinamis, Fahmi menghimbau kepada para investor untuk tidak terlalu khawatir terhadap prospek pasar kripto di masa depan. Investor disarankan untuk terus memantau perkembangan pasar terkini melalui berbagai sumber informasi yang akurat dan mudah dipahami.
Sebagai tambahan, strategi dollar cost averaging (DCA) dapat diterapkan oleh investor pemula. Strategi ini melibatkan akumulasi aset secara bertahap dalam periode waktu tertentu.