JawaPos.com – Bitcoin (BTC) selama ini dianggap sebagai “emas digital” dan aset lindung nilai saat pasar keuangan bergejolak.
Namun, di tengah ancaman koreksi besar di Wall Street, peran BTC sebagai safe haven kini dipertanyakan.

Baca Juga
Menurut laporan The Block, pasar saham AS sedang menghadapi potensi koreksi setelah setahun mengungguli indeks global lainnya.
Namun, Bitcoin—yang diharapkan bisa menjadi aset pelindung seperti emas—justru mengalami volatilitas tinggi dan mengikuti tren pasar saham.
CEO deVere Group, Nigel Green, memperingatkan bahwa sinyal peringatan akan resesi semakin kuat.
Menurutnya, karena sentimen konsumen melemah, mencerminkan kekhawatiran terhadap ekonomi AS. Lalu, inflasi masih tinggi, menghambat kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Selain itu, klaim pengangguran meningkat, menunjukkan pasar tenaga kerja mulai melambat.
Bahkan, model GDPNow dari Federal Reserve Atlanta kini memprediksi ekonomi AS akan menyusut 2,4% pada kuartal pertama 2025. Jika ini terjadi, akan menjadi kontraksi pertama sejak Q1 2022 dan memperkuat kemungkinan resesi.
Menurut Green, daya tahan yang sebelumnya mendorong kenaikan aset berisiko kini mulai melemah. Investor harus mulai mengalokasikan dana ke aset yang lebih stabil, seperti emas, daripada tetap bertahan di aset berisiko seperti saham dan crypto.
Bitcoin Gagal Jadi Safe Haven?
Selama bertahun-tahun, banyak investor percaya bahwa Bitcoin adalah emas digital, yang dapat menjadi aset lindung nilai saat pasar sedang tidak stabil. Namun, kondisi saat ini menunjukkan sebaliknya.
Menurut Ruslan Lienkha, Chief of Markets di YouHodler, Bitcoin lebih berperilaku seperti saham teknologi dibandingkan sebagai aset pelindung nilai.
”Bitcoin saat ini jelas bukan safe haven. Sebaliknya, BTC lebih mirip saham teknologi, dengan volatilitas tinggi dan pergerakan harga yang lebih tajam,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, investor masih lebih memilih aset tradisional seperti obligasi AS sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian ekonomi.
Kesimpulannya? Jika pasar saham jatuh lebih dalam, Bitcoin kemungkinan akan ikut turun alih-alih menjadi aset yang stabil seperti emas.
Jika pasar saham mengalami koreksi besar, Bitcoin kemungkinan akan terus bergerak sejalan dengan tren pasar ekuitas.
Jika inflasi tetap tinggi dan The Fed mempertahankan suku bunga, Bitcoin bisa semakin tertekan karena investor lebih memilih aset aman seperti emas dan obligasi.
Namun, jika likuiditas global meningkat dan suku bunga turun di semester kedua 2025, Bitcoin bisa kembali menarik minat investor institusional.
Meskipun dalam jangka panjang Bitcoin tetap memiliki potensi sebagai “emas digital”, dalam waktu dekat, BTC masih berperilaku seperti aset berisiko yang bergerak mengikuti pasar saham.