Menyusul pengumuman kebijakan tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump pada tanggal 2 April 2025, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah proaktif dengan terus memantau secara saksama perkembangan terkini di pasar keuangan global dan domestik. Kebijakan tersebut, yang memicu reaksi keras dari berbagai mitra dagang internasional, dipandang sebagai pemicu dinamika signifikan di lanskap keuangan global.
Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, menyampaikan bahwa pasar global menunjukkan respons yang cepat dengan tingkat volatilitas yang meningkat setelah pengumuman kebijakan tarif Trump, serta langkah balasan tarif yang kemudian diterapkan oleh Tiongkok pada tanggal 4 April 2025.

Baca Juga
“Setelah pengumuman tersebut dan kemudian diiringi oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada tanggal 4 April 2025, pergerakan pasar menjadi sangat dinamis. Pasar saham global mengalami penurunan, dan yield US Treasury mengalami penurunan signifikan hingga mencapai level terendah sejak Oktober 2024,” jelas Denny dalam keterangan resmi yang dirilis pada hari Sabtu (5/4).
Denny menegaskan kembali komitmen Bank Indonesia untuk terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, termasuk melalui intervensi pasar apabila diperlukan untuk merespons dinamika yang terjadi.
“BI akan tetap berdedikasi untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama dengan mengoptimalkan instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder). Langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan likuiditas valas yang memadai bagi kebutuhan perbankan dan sektor usaha, serta untuk menjaga kepercayaan pelaku pasar,” ujarnya.
Sebelumnya, pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menyampaikan pandangannya bahwa pemerintah perlu mengambil tindakan cepat untuk memitigasi dampak yang mungkin timbul akibat tarif impor AS, guna mencegah pelemahan rupiah yang berkelanjutan. Ia menyoroti bahwa Indonesia termasuk dalam daftar negara yang menjadi target kebijakan Trump, dengan pemberlakuan tarif sebesar 32 persen.
“Pelemahan ini cukup signifikan, meskipun perdagangan internasional hari ini masih berkisar di angka Rp 16.745, sempat menyentuh Rp 16.770,” ungkap Ibrahim saat dihubungi oleh kumparan pada hari Kamis (3/4).
Menurut Ibrahim, sebagai respons terhadap kebijakan AS, pemerintah Indonesia perlu melakukan langkah balasan dengan menetapkan biaya impor sebesar 32 persen juga terhadap produk-produk yang diimpor dari Amerika Serikat.