Stocknesia, Jakarta – Setelah menjadi nasabah selama lima tahun, kendala yang terjadi di Bank Pembangunan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, atau yang lebih dikenal sebagai Bank DKI, menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan bagi Nurul Nuraini. Lebih jauh lagi, masalah ini berlangsung hampir tiga minggu, dimulai sejak akhir Maret 2025.
Kewaspadaan perempuan berusia 25 tahun ini meningkat setelah Direktur Utama Agus Haryoto Widodo mengindikasikan adanya potensi kebocoran dana sebesar Rp 100 miliar sebagai dampak dari gangguan sistem tersebut. “Informasi ini membuat saya merasa sangat khawatir,” ungkap Nurul kepada Tempo melalui pesan singkat, Sabtu, 19 April 2025.

Baca Juga
Awalnya, Nurul tidak menyadari adanya maintenance pada sistem IT Bank DKI. Niat awalnya adalah melakukan transfer uang antar bank.
Namun, fitur transfer pada aplikasi JakOne Mobile menghilang secara misterius. Ia awalnya menduga bahwa ponselnya tidak terhubung ke internet karena muncul pemberitahuan “Status Anda Saat Ini Offline”.
“Karena penasaran, saya mencoba masuk (login) kembali, namun tetap tidak bisa melakukan transfer ke bank lain, bahkan QRIS pun tidak berfungsi,” jelas Nurul.
Karena masalah sistem yang berlangsung selama berminggu-minggu, Nurul berinisiatif menghubungi layanan pelanggan (customer service) untuk menanyakan perkiraan waktu penyelesaian gangguan ini.
Nurul mengungkapkan bahwa pihak manajemen Bank DKI tidak dapat memberikan kepastian mengenai kapan masalah ini akan diperbaiki. “Mereka tidak bisa memastikan berapa lama,” katanya.
Kepada Tempo pada Jumat, 11 April lalu, Direktur Utama Bank DKI Agus Haryoto Widodo mengklaim bahwa layanan perbankan yang sempat terganggu kini sudah beroperasi normal. Ia menegaskan bahwa sebagian besar layanan telah kembali berfungsi.
Manajemen, lanjutnya, saat ini terus berupaya mempercepat pemulihan layanan secara bertahap dengan menerapkan pengamanan dan pengujian sistem yang ketat. “Sebagian besar layanan Bank DKI saat ini telah berjalan normal, termasuk layanan off us atau transfer antar bank melalui ATM atau kantor cabang.”
Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta, Francine Widjojo, menilai gangguan ini sebagai sinyal bahaya bagi Bank DKI. Menurutnya, kejadian ini dapat menimbulkan keraguan di kalangan nasabah terhadap bank milik pemerintah provinsi Jakarta ini.
Penanganan masalah yang berlarut-larut juga berpotensi mendorong nasabah untuk menarik atau mengalihkan dana mereka ke bank lain.
“Sehingga mendorong sejumlah nasabah menarik dana mereka, ini menjadi tanda bahaya bagi Bank DKI. Ini mengindikasikan bahwa tidak sedikit nasabah yang meragukan atau bahkan kehilangan kepercayaan terhadap Bank DKI,” kata politikus dari Partai Solidaritas Indonesia tersebut kepada Tempo, Jumat, 18 April 2025.
Selain itu, Francine juga mengaku heran dan menyayangkan adanya permasalahan di Bank DKI. Terlebih lagi, terkait pernyataan Agus Haryoto tentang perkiraan potensi kebocoran dana Rp 100 miliar yang disebut bukan berasal dari dana nasabah, melainkan dari dana bank. Padahal, menurut Francine, operasional bank yang terganggu juga merupakan bagian dari dana yang dihimpun dari nasabah.
“Sedangkan operasional bank sangat bergantung pada dana yang dihimpun dari nasabah dan kepercayaan nasabah terhadap kredibilitas layanan bank,” tegas Francine.
Menurutnya, jika gangguan layanan Bank DKI disebabkan oleh akses ilegal ke sistem, seharusnya tidak memerlukan waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikan masalah ini. Francine menambahkan bahwa gangguan ini juga menyebabkan nasabah tidak dapat melakukan transaksi. Ia mencontohkan bahwa penerima bantuan Kartu Jakarta Pintar (KJP) pun mengalami kesulitan menggunakan layanan Bank DKI untuk berbelanja kebutuhan.
“Faktanya, sudah sekitar tiga minggu layanan mobile banking Bank DKI tidak bisa melakukan transfer ke bank lain maupun menerima transfer dari bank lain,” ungkap Francine.
Francine juga mengutip data jumlah pengguna aplikasi Bank DKI, di mana pada tahun 2023 tercatat sebanyak 2,23 juta pengguna JakOne Mobile. Francine mengingatkan bahwa Bank DKI-lah yang membutuhkan nasabah, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, mengembalikan kepercayaan nasabah harus menjadi prioritas utama bagi Bank DKI.
“Bank DKI harus ingat bahwa bank yang membutuhkan dana nasabah, bukan sebaliknya. Selain itu, Bank DKI harus segera melakukan upaya-upaya untuk memastikan dan meyakinkan masyarakat bahwa uang mereka aman di Bank DKI,” katanya.
Pada hari Selasa lalu, sekelompok massa yang menamakan diri “Poros Pemuda untuk Kebenaran” menggelar aksi damai dengan mendirikan tenda di trotoar depan pintu masuk Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat. Aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap buruknya pengelolaan Bank DKI. Salah satu seruan yang tertulis di kertas berbunyi “Usut Kasus Bank DKI, Copot Dirut Bank DKI, Jagain Kami Jangan Bubarin Kami, Kami Mau Menginap”.
Tidak hanya itu, tiga spanduk (banner) berwarna putih yang telah ditulis dengan cat semprot merah juga terpampang, dengan tulisan tuntutan seperti “Benahi Bank Copot Dirut DKI”, “Copot Dirut Utama Bank DKI” dan “Aksi Damai Usut Bank DKI”.
Perwakilan aksi, Ahmad Setiawan, mengatakan bahwa aksi ini digelar sebagai respons atas kekecewaan masyarakat terhadap layanan aplikasi “mobile banking” Bank DKI, JakOne Mobile, yang belakangan ini bermasalah.
“Kami hadir di sini atas dasar keresahan dari masyarakat, dari pengguna nasabah dari Bank DKI itu sendiri yang merasa kecewa kepada Bank DKI,” kata Ahmad seperti dikutip dari Antara.
Pilihan Editor: AS Ungkit Hambatan Dagang di RI: Perizinan Impor, QRIS hingga Pasar Mangga Dua