Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan maraknya pemutusan kerja yang dilakukan sejumlah perusahaan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sepanjang Januari 2025 terdapat 3.325 orang yang melaporkan mengalami PHK.
Merujuk data tersebut, kasus PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 79,7% dari total jumlah tenaga kerja yang dilaporkan. Data yang dipublikasi ini belum termasuk dengan data karyawan yang di PHK oleh beberapa perusahaan seperti PT Sritex Tbk, PT Sanken Indonesia dan dua lini bisnis Yamaha yaitu PT Yamaha Music Product Asia dan PT Yamaha Indonesia.

Baca Juga
Provinsi Jumlah PHK* Sumatera Utara 2 Sumatera Barat 1 Riau 323 Bangka Belitung 3 Kepulauan Riau 1 DKI Jakarta 2,650 Jawa Barat 23 Banten 149 Bali 84 Kalimantan Tengah 11 Sulawesi Selatan 72 Sulawesi Tenggara 6 3,325
*Data Kementerian Ketenagakerjaan Januari 2025
Baca juga:
- Daftar 10 Saham yang Ramai Diburu saat IHSG Naik 5,8% Sepekan, BBRI-BBCA Teratas
- Investor Asing Mulai Banjiri Pasar Keuangan, Beli Neto Tembus Rp 8,9 T Sepekan
- Alasan Emiten Boy Thohir Adaro Andalan (AADI) Tak Bagi Dividen Tahun Buku 2024
Faktor utama yang mendorong gelombang PHK ini antara lain perlambatan ekonomi global, digitalisasi yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja, serta tekanan finansial yang dialami perusahaan. Adapun merujuk Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Ketenagakerjaan, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Perubahan Ketentuan Pembayaran Uang Pesangon
Sesuai aturan karyawan yang terkena PHK akan mendapatkan hak berupa uang pesangon. Sebelum diterbitkannya Perppu Cipta Kerja, PHK dengan alasan efisiensi diatur dalam Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dan Putusan MK Nomor 19/PUU-IX/2011.
Dalam aturan lama, pekerja yang terkena PHK karena efisiensi berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja (UPMK) sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak (UPH). Setelah diterbitkannya Perppu Cipta Kerja, terdapat perubahan yang memungkinkan PHK karena efisiensi dilakukan baik dengan penutupan perusahaan maupun tanpa penutupan perusahaan jika perusahaan mengalami kerugian.
Aturan mengenai pembayaran uang pesangon telah mengalami perubahan seiring dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang menggantikan ketentuan sebelumnya. UU Cipta Kerja mengubah ketentuan pengali uang pesangon dan beberapa komponen hak karyawan, termasuk Uang Penggantian Hak (UPH). Namun kemudian Mahkamah Konstitusi pada November 2024 memutuskan untuk mengubah frasa besaran uang pesangon dalam UU yang bersifat tetap menjadi ‘paling sedikit.’
Misalnya, besaran pengali uang pesangon untuk kategori pensiun yang sebelumnya dikurangi dari dua kali menjadi 1,75 kali, serta dihapusnya Uang Penggantian Hak sebesar 15% dari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Dengan adanya keputusan ini, perhitungan pesangon dan hak-hak karyawan yang di-PHK diharapkan lebih mendekati keadilan.
Lalu bagaimana aturan terbaru mengenai pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang terkena PHK merujuk pada putusan MK?
Aturan Terbaru Pembayaran Pesangon Karyawan Terkena PHK
Untuk karyawan yang terkena PHK, sejak ditetapkannya putusan terbaru MK maka tidak ada ada lagi batasan tertentu seperti yang sebelumnya berlaku dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pada UU Omnibus Law Cipta Kerja, setiap pegawai yang terkena PHK bisa mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan dari perusahaan atau hanya mendapat salah satu sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Pada aturan itu uang pesangon bisa diterima maksimal 9 kali dari upah bulanan untuk masa kerja 8 tahun. Untuk perhitungan uang penghargaan yang didapatkan oleh karyawan yang di PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah untuk pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Uang penghargaan paling rendah diberikan kepada pekerja yang telah tiga tahun bekerja yaitu sebanyak dua kali upah bulanan.
Namun, dengan keluarnya putusan MK, buruh dimungkinkan mendapatkan pesangon lebih banyak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Merujuk ketentuan ini, dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Pada putusan MK ditekankan frasa ‘paling sedikit’ sehingga membuka ruang negosiasi antara pekerja dan pemberi kerja. Meski begitu ketentuan pembayaran pesangon, uang prestasi dan uang penggantian hak ini bisa saja berubah seiring dengan penyusunan aturan baru oleh DPR bersama pemerintah sebagaimana diperintahkan MK yang berlaku dalam kurun waktu dua tahun.
Adapun bunyi ketentuannya adalah “Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit'”
Aturan Pembayaran Uang Pesangon
- Masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan upah;
- Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah;
- Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah;
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah;
- Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah;
- Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah;
- Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah;
- Masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah.
Aturan Uang Penghargaan Masa Kerja
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah;
- Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah;
- Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah;
- Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah;
- Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah;
- Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah;
- Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.
Aturan Uang Penggantian Hak
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- Biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat Pekerja/ Buruh diterima bekerja.
Contoh dan Simulasi Cara Hitung Uanng Pesangon Karyawan kena PHK
Misalkan pekerja C bekerja selama 6 tahun dengan gaji Rp5 juta per bulan. Pekerja C kemudian terkena PHK atas alasan efisiensi untuk mencegah kerugia.
Hak yang diterima pekerja C:
- Pesangon: 1 kali dari ketentuan Pasal 156 ayat (2)
- UPMK: 1 kali dari ketentuan Pasal 156 ayat (3)
- UPH: Sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Perhitungan:
- Pesangon = 1 × (Rp5 juta × 6 bulan) = Rp30 juta
- UPMK = 1 × (Rp5 juta × 3 bulan= Rp15 juta
- UPH = (Sesuai hak pekerja, misalnya sisa cuti dan tunjangan lain)
Total yang diterima: Pesangon + UPMK + UPH = Rp30 juta + Rp15 juta + UPH
Dengan adanya putusan MK, buruh berpeluang mendapatkan pesangon lebih besar sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Namun, ketentuan ini bisa mengalami perubahan seiring dengan penyusunan aturan baru oleh DPR dan pemerintah dalam kurun waktu dua tahun ke depan.